Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Dari Mangkuk Mi ke Kunci Rumah, BTN Hadirkan Solusi KPR Inklusif

 Gana Buana
14/2/2025 21:55
Dari Mangkuk Mi ke Kunci Rumah, BTN Hadirkan Solusi KPR Inklusif
Pekerja berjalan di proyek pembangunan rumah subsidi program Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk di kawasan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

DI balik kepulan asap mi ayam dan aroma gurih bakso yang menguar di depan perumahan Pondok Taktakan, Serang, Banten, ada kisah inspiratif seorang pedagang tangguh bernama Cici Mulyati. Setelah bertahun-tahun berdagang mi ayam dan bakso, Cici akhirnya berhasil mewujudkan impiannya memiliki rumah sendiri.

Perjuangannya tidak mudah, namun berkat program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Tabungan Negara (BTN), mimpi itu menjadi kenyataan. Cici memulai proses pengajuan KPR di BTN dengan penuh harap.

"Awalnya saya ragu, karena saya hanya pedagang kecil dan tidak punya slip gaji," kenangnya kepada Media Indonesia, saat ditemui dalam seremoni akad kredit massal di perumahan Pondok Taktakan, Serang, Banten.

Namun, kekhawatirannya sirna ketika mengetahui bahwa BTN memiliki program khusus yang mempertimbangkan penghasilan informal. Prosesnya mudah, namun tetap melalui proses tinjauan berkala selama tiga bulan untuk memastikan kelayakan nasabah. Dengan cicilan yang terjangkau dan bunga ringan, Cici memilih tenor selama 20 tahun.

"Cicilannya ringan, jadi saya tetap bisa mengelola usaha sambil mencicil rumah. Sekarang saya tinggal di Pondok Taktakan, di lingkungan yang sama dengan tempat saya berdagang. Hidup jadi lebih praktis dan nyaman," ungkap Cici dengan senyum lebar.

Salah satu rumah bersubsidi yang mendapat fasilitas FLPP di Serang, Banten

Cerita Cici bukanlah satu-satunya. Alif Maulana, seorang asisten manajer di Alfamart, juga merasakan manfaat dari program KPR BTN untuk memiliki hunian di Pondok Taktakan, Serang, Banten.

"Saya bekerja di sektor ritel dan awalnya khawatir dengan persyaratan KPR. Tapi BTN menawarkan program yang variatif dan sesuai kemampuan bayar. Rumahnya bagus, cicilannya terjangkau, dan prosesnya cepat," ujar Alif yang bekerja di Alfamart di wilayah tersebut.

Mempermudah Sektor Informal

Terkait program KPR Informal yang menjadi produk Bank BTN ini, Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, memberikan pandangannya. Menurutnya, program ini sangat membantu sektor informal yang sering kali kesulitan mendapatkan akses kredit.

"Tergantung sudut pandang, yang jelas program ini ditujukan untuk memberikan akses kepada sektor informal, terutama mereka yang masuk dalam kategori non-bankable. Biasanya pekerja informal yang tidak memiliki slip gaji sulit dipercaya oleh perbankan. Melalui program ini artinya ada kemudahan bagi mereka yang non-bankable," ujar Piter.

Ia menambahkan, soal kredit, bukan hanya KPR. Masyarakat yang tidak punya slip gaji pasti akan sulit mendapatkan kredit perbankan, misalnya mereka wirausahawan. Padahal, bisa saja pendapatan dari usaha mereka justru melebihi mereka yang memiliki slip gaji.

"Saya punya teman yang dulu pegawai, tapi ketika keluar dan menjadi pengusaha, pengajuan kreditnya justru ditolak karena dia tidak lagi berstatus pegawai. Padahal, secara penghasilan, dia lebih stabil dan mapan. Ini menunjukkan betapa pekerja informal sering kali dipandang sebelah mata. Program KPR BTN ini mempermudah akses bagi mereka, meskipun tetap ada syarat-syarat yang harus dipenuhi,” tutur Piter.

Piter juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam mendukung program ini.

"Pasarnya tidak bisa hanya dari bank saja. Untuk mencapai target pemerintah 3 juta rumah, harus ada kolaborasi dengan pihak lain, termasuk lembaga pendukung lainnya. Program ini bagi perbankan harus berjalan dengan prinsip kehati-hatian, bijaksana, dan pemerintah juga perlu memberikan kemudahan dalam bentuk dukungan asuransi untuk menjamin keberlanjutan program," jelasnya.

Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata, menekankan pentingnya penguatan mesin ekonomi di berbagai daerah untuk mempermudah masyarakat dalam memiliki hunian yang terjangkau. Ia menegaskan, dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di kota-kota, daya beli masyarakat terhadap properti bisa meningkat secara signifikan.

Soelaeman mengungkapkan, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah sekitar 1,1% setiap tahunnya, setara dengan 3 juta jiwa. Dari total populasi tersebut, diperkirakan 70% tinggal di wilayah perkotaan. Namun, kondisi ini dihadapkan pada tantangan keterbatasan sumber daya alam yang semakin menipis.

"Setiap kota perlu memaksimalkan potensi mesin pertumbuhan ekonominya. Dengan begitu, lapangan kerja akan bertambah, dan penghasilan masyarakat meningkat, yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk membeli rumah," ujar Soelaeman.

Ia juga menegaskan bahwa peningkatan pendapatan masyarakat merupakan kunci utama dalam mendorong kepemilikan rumah.

"Penghasilan harus ditingkatkan. Rumah tidak bisa dibeli tanpa uang, dan masyarakat tidak akan memiliki uang jika tidak ada pekerjaan. Oleh karena itu, kehadiran mesin pertumbuhan ekonomi menjadi krusial," tambahnya.

Dengan memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, diharapkan daya beli masyarakat terhadap properti dapat meningkat dan masalah keterjangkauan hunian di Indonesia dapat teratasi secara bertahap.

Dukungan Pemerintah dan Apresiasi untuk BTN

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, memberikan apresiasi atas kinerja BTN dalam mendukung masyarakat memiliki rumah sendiri.

"Dalam dua bulan (Oktober - 5 Desember), BTN berhasil merealisasikan 29.000 rumah untuk masyarakat. Ini bukti nyata komitmen mereka dalam membantu rakyat," ujarnya.

Data penyaluran KPR bagi masyarakat pekerja sektor informal

Maruarar menegaskan pentingnya memperluas akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi pekerja di sektor informal. Dalam perayaan HUT ke-48 KPR BTN, ia mendorong PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) untuk meningkatkan penyaluran KPR khusus bagi kalangan tersebut.

"Banyak pekerja sektor informal seperti pedagang bakso, pedagang sayur, dan profesi lainnya yang memiliki potensi besar untuk menjadi debitur KPR. BTN sudah memulai dengan baik, dengan persentase penyaluran sebesar 9,7% untuk pekerja informal. Harapan kami, angka ini dapat terus bertambah," ujar Maruarar.

Menurutnya, sektor informal memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, namun sering kali terkendala dalam mengakses fasilitas pembiayaan perumahan. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa BTN perlu terus menghadirkan inovasi dan kemudahan syarat pengajuan KPR untuk kelompok ini.

Tak hanya menyoroti sektor informal, Maruarar juga mengapresiasi langkah BTN dalam mendorong partisipasi generasi muda dalam sektor perumahan. Ia menilai, keterlibatan Milenial dan Gen Z tidak hanya penting sebagai konsumen, tetapi juga sebagai pengembang.

"Saya melihat angka keterlibatan generasi muda di sektor ini sudah cukup besar. Ini menjadi pertanda positif bahwa anak-anak muda Indonesia kini lebih sadar akan pentingnya memiliki hunian di usia muda, bahkan sejak usia 30 tahun," jelas Maruarar.

BTN telah mencatatkan penyaluran KPR dengan pencapaian positif di berbagai segmen masyarakat. Perusahaan ini juga terus berupaya memperluas akses perumahan bagi berbagai kalangan, termasuk sektor informal dan generasi muda, guna mendukung program pemerintah dalam mewujudkan hunian layak bagi seluruh rakyat Indonesia.

Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menegaskan bahwa BTN berkomitmen memberikan akses kepemilikan rumah yang lebih mudah, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki slip gaji formal.

"Kami memahami bahwa banyak masyarakat Indonesia yang berpenghasilan non-formal, seperti pedagang kecil. Dengan analisis yang tepat, mereka tetap bisa mendapatkan akses KPR," jelas Nixon.

Namun, tantangan masih ada. Beberapa pekerjaan di sektor informal, seperti pedagang kaki lima dan pekerja lepas, sering kali mengalami kesulitan dalam mengakses KPR karena pendapatan yang tidak tetap dan kurangnya dokumen keuangan formal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan inklusif dari lembaga keuangan untuk memahami karakteristik unik dari pekerja informal.

Secara keseluruhan, kombinasi antara inisiatif pemerintah dan kolaborasi dengan sektor swasta menunjukkan komitmen yang kuat untuk meningkatkan akses perumahan bagi pekerja informal di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan semakin banyak pekerja sektor informal yang dapat mewujudkan impian memiliki rumah sendiri.

Kisah Cici Mulyati dan Alif Maulana membuktikan bahwa dengan kemauan keras dan dukungan program yang tepat, impian memiliki rumah sendiri bisa terwujud. BTN dengan program KPR-nya terus berkomitmen membantu lebih banyak masyarakat Indonesia dalam mewujudkan hunian impian mereka. (Gan/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya