Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Ekonomi Dunia belum akan Pulih Meski Gencatan Senjata di Gaza Tercapai 

Insi Nantika Jelita
25/1/2025 13:53
Ekonomi Dunia belum akan Pulih Meski Gencatan Senjata di Gaza Tercapai 
Ilustrasi(Anadolu)

Setelah dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan sejumlah kebijakan terobosan, salah satunya menginisiasi gencatan senjata di Gaza. Gencatan senjata itu disambut optimisme banyak pihak. Itu dianggap dapat meredakan ketegangan geopolitik sekaligus memberikan harapan bagi perbaikan situasi ekonomi global.

Namun, Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan melihat sebaliknya. Gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina, tidak akan banyak membantu. Pasalnya ada banyak masalah lain yang turut berkontribusi besar terhadap melemahnya perekonomian dunia. Pascapandemi terdapat persoalan kronis di sektor ketenagakerjaan dan investasi, apalagi pengangguran dunia sangat tinggi.

"Gencatan senjata memang bisa sedikit meredakan gejolak ekonomi global. Namun, itu belum cukup untuk memulihkan ekonomi dunia yang masih rapuh. Apalagi saat ini prospek ekonomi global masih belum membaik," ujar Abdul dalam keterangannya, Sabtu (25/1).

Ia menyebut Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 mencapai 3,3%. Sementara, pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok pada tahun ini diproyeksikan melambat menjadi 2,7% dan 4,6%.

"Terlebih, IMF juga memprediksi lalu lintas perdagangan dunia mungkin akan melambat menjadi 3,2% pada 2025," katanya. 

Abdul menilai gejolak geopolitik global dinilai masih menjadi tantangan besar bagi perekonomian dunia. Ketegangan yang terjadi antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa, ditambah dengan konflik-konflik lain seperti Taiwan-Tiongkok dan Korea Selatan-Korea Utara, bisa semakin memperburuk ketidakpastian global. 

"Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakpastian global semakin tinggi," katanya.

Di tengah situasi ekonomi seperti ini, Abdul menganalisis sektor ekonomi yang diuntungkan. Pertama, sektor yang connect langsung dengan ekonomi global seperti pertanian dan komoditas. Kedua, sektor ekonomi hijau. Untuk itu, Abdul menilai, Indonesia perlu memanfaatkan potensi sektor-sektor tersebut di tengah progres hilirisasi yang telah dilakukan agar mendapatkan nilai tambah yang lebih optimal.

Sementara, Co-founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, di situasi seperti ini, peluang aset di sektor saham dan obligasi jangka waktu menengah serta panjang dapat membawa angin segar bagi investor.

“Saat ini terindikasi mengalami perbaikan di awal tahun, meski baru tahap awal, tapi bisa dibilang saat ini menjadi awal yang baik pada tahun 2025. Apalagi didukung dengan konflik geopolitik yang mereda,” tegasnya. 

Dalam pandangannya, investor perlu memanfaatkan momentum fluktuasi indeks harga saham gabungan (IHSG), yang sempat berada di bawah 7.000, kini membuka peluang bagi investor untuk meningkatkan exposure ke kelas aset tersebut. 

“Sebelumnya mungkin wait and see, namun saat ini kita bisa mulai meningkatkan secara bertahap untuk menambah aset kelas tersebut,” ujarnya.

Terlebih lagi, menurut Benny, investor perlu melihat kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25% menjadi 5,75%. Ini memberikan dorongan untuk ekonomi domestik. Sebab penurunan suku bunga mencerminkan inflasi masih akan tetap rendah. Sehingga sektor otomotif dan properti bisa diharapkan mendapatkan momentum untuk bisa mengalami perbaikan. 

“Kebijakan penurunan BI Rate membantu industri pembiayaan untuk kembali mendorong penjualan properti dan kendaraan bermotor. Sektor perbankan juga diuntungkan karena biaya pendanaan mereka menjadi lebih murah,” jelas Benny.

Benny melihat bahwa BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga di semester II 2025. Jika hal itu terjadi, lanjutnya, penurunan suku bunga diharapkan akan mendorong peningkatan daya beli dan konsumsi publik, yang dimana terdapat potensi peningkatan penyaluran kredit. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya