Pemerintah Nilai Prospek Industri Manufaktur Tahun Ini di Jalur Positif

M Ilham Ramadhan Avisena
03/1/2025 14:24
Pemerintah Nilai Prospek Industri Manufaktur Tahun Ini di Jalur Positif
Pekerja menyelesaikan produksi tas di pabrik milik PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) di Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2024 berada di level 51,2, atau di zona ekspansif setelah selama lima bulan seb(ANTARA/Raisan Al Farisi)

MENTERI Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan prospek industri manufaktur Indonesia cukup positif di tahun ini. Hal itu menurutnya ditandai dengan level Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur yang kembali ke zona ekspansif di Desember 2024.

"Kondisi ini sekaligus mencerminkan prospek positif sektor manufaktur, dengan banyak perusahaan yang bersiap menghadapi peningkatan permintaan di tahun 2025," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (3/1).

Dari rilis S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2024 berada di level 51,2, atau di zona ekspansif setelah selama lima bulan sebelumnya berada di zona kontraktif. Peningkatan itu didorong oleh kenaikan pesanan baru, baik domestik maupun ekspor, serta peningkatan aktivitas pembelian bahan baku oleh perusahaan.

PMI yang ekspansif, kata Airlangga, menunjukkan dunia usaha tetap optimistis dengan kondisi perekonomian nasional ke depan. Hal itu juga tecermin dari outlook World Bank bulan Desember 2024 yang memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,1% pada tahun 2024 dan 5,2% pada tahun 2025.

Pemerintah juga berupaya meningkatkan sektor manufaktur nasional melalui penggunaan bahan baku lokal, pemberian insentif, perlindungan industri dalam negeri, dan kerja sama ekonomi di tingkat internasional.

Pengambil keputusan turut mendorong penggunaan bahan baku lokal dibanding impor bagi yang telah tersedia di dalam negeri untuk mengurangi beban biaya produksi akibat melemahnya nilai tukar rupiah. Hal tersebut dilakukan antara lain melalui akselerasi hilirisasi industri berbasis sumber daya alam.

Sementara itu, pemberian insentif fiskal, kemudahan perizinan, peningkatan kualitas SDM, serta penguatan riset dan inovasi merupakan upaya lebih lanjut dari pemerintah untuk mendorong industri nasional.

Pemerintah juga telah memberikan insentif PPN DTP untuk sektor otomotif dan menyediakan pembiayaan industri padat karya, di antaranya untuk sektor pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas, dengan skema subsidi bunga.

Lebih jauh, pemerintah terus berupaya memberikan akses pasar yang lebih baik bagi produk ekspor nasional melalui berbagai kerja sama perdagangan. Pemerintah saat ini tengah berupaya untuk bergabung di kesepakatan CP-TPP (The Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership) dan mempercepat perundingan Indonesia-EU CEPA (European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) untuk meningkatkan penetrasi produk ekspor nasional di Amerika Latin dan Uni Eropa.

"Pemerintah juga mengakselerasi penerapan kebijakan perlindungan industri dalam negeri dari banjirnya produk impor melalui safeguards dan praktik impor yang tidak fair (dumping) melalui antidumping," kata Airlangga.

Namun demikian, sejumlah tantangan masih tetap muncul. Kenaikan harga komoditas global seperti emas, kopi, dan minyak sawit mentah (CPO) terus memberikan tekanan pada biaya produksi dalam negeri. Fluktuasi harga minyak mentah global dan penguatan nilai tukar dolar AS juga menyebabkan kenaikan harga impor bahan baku. (Mir/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya