Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Digitalisasi dan Reformasi Birokrasi Jawab Ketimpangan Ekonomi

Wisnu Arto Subari
01/12/2024 19:29
Digitalisasi dan Reformasi Birokrasi Jawab Ketimpangan Ekonomi
Dwi Budi.(MI/HO)

VISI besar Indonesia Emas 2045 kini menjadi tantangan utama bagi pemerintah. Dengan target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun, realitas menunjukkan jalan yang masih panjang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya menyentuh angka 5,05%, jauh dari harapan.

Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa ditambah daya saing yang tertinggal dari negara-negara seperti Singapura dan Thailand menjadi pekerjaan rumah besar. Tantangan struktural, seperti deindustrialisasi dini, semakin memperburuk situasi. Data menunjukkan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus merosot sejak 2011. Provinsi industri utama seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten menghadapi hambatan berupa tingginya biaya tenaga kerja, mahalnya bahan baku, dan kebijakan perpajakan yang dinilai kurang mendukung.

"Digitalisasi menjadi salah satu solusi potensial untuk menghadapi tantangan ini," kata Dwi Budi, Dosen FEB Universitas Brawijaya. Proyeksi menunjukkan ekonomi digital Indonesia dapat mencapai nilai US$90 miliar pada 2024, tumbuh 13% dibanding tahun sebelumnya. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) generatif juga mulai diterapkan, khususnya di sektor pertanian dan industri, untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong transformasi pemerintahan.

Namun, digitalisasi bukanlah jawaban tunggal. Reformasi birokrasi yang menyeluruh, efisiensi anggaran, dan peningkatan tata kelola, imbuh Dwi, menjadi kunci menciptakan iklim investasi yang sehat. Pendidikan berkualitas juga harus menjadi prioritas untuk mencetak sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing di tingkat global.

Di sisi fiskal, Indonesia menghadapi tantangan berat. Rasio pajak terhadap PDB diproyeksikan stagnan di angka 10,2% pada 2024, sementara beban pembayaran bunga utang semakin menyedot ruang fiskal. Situasi ini berdampak pada belanja produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor sosial. Perlambatan konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penggerak utama ekonomi, juga menambah tekanan.

Dalam menghadapi berbagai persoalan ini, Indonesia Business, Economic, Social, and Technology Trends (BEST) Outlook 2025 hadir sebagai ajang strategis untuk mencari solusi nyata. Forum ini menjadi wadah diskusi lintas sektor yang mengangkat tema penguatan daya saing nasional, akselerasi transformasi digital, dan upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Rektor Universitas Brawijaya Malang, Widodo, menyoroti urgensi langkah konkret untuk mencegah dampak negatif dari deindustrialisasi dini. "Sejak 2011, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus turun. Ini mengindikasikan perlu kebijakan yang mendukung, terutama untuk provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten," ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya digitalisasi sebagai katalis perubahan. "Teknologi digital harus dioptimalkan, baik di sektor industri maupun pertanian, untuk mendongkrak produktivitas. Reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pendidikan juga menjadi kunci utama dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045," tambah Widodo. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya