Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KEPALA Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpandangan momentum penurunan suku bunga acuan atau Bank Indonesia (BI) Rate diperkirakan mendukung pertumbuhan ekonomi agar tetap solid. BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2024.
Josua menuturkan dengan pelonggaran kebijakan moneter BI tersebut diperkirakan akan direspons dengan penurunan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) yang selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan suku bunga perbankan, termasuk suku bunga kredit.
"Penurunan suku bunga perbankan diperkirakan akan mendorong solidnya perekonomian melalui permintaan kredit yang akan meningkat," ujar Josua kepada Media Indonesia, Kamis (19/9).
Dia mengungkapkan pada umumnya penurunan suku bunga deposito akan terjadi sekitar 1 bulan pasca pengumuman pemangkasan BI Rate, sementara transmisi pada suku bunga kredit akan terealisasi sekitar 3-6 bulan ke depan tergantung dari kondisi likuiditas dan risiko kredit perbankan.
Baca juga : Diperkirakan Bergerak Variatif, IHSG Dibuka Nyaris 7.500
Menurut Josua, kombinasi pelonggaran kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif berpotensi mendorong suplai kredit perbankan, sehingga mendukung fungsi intermediasi perbankan pada perekonomian riil.
Kendati demikian, Josua berpendapat penurunan suku bunga bukanlah solusi untuk semua permasalahan ekonomi termasuk penurunan daya beli kelas menengah. Tren penurunan daya beli dikatakan terjadi karena kondisi struktural perekonomian, mulai dari melambatnya industri padat karya termasuk industri manufaktur, peningkatan tenaga kerja di sektor informal dan stagnasi pendapatan riil masyarakat.
"Justru, kebijakan fiskal yang memiliki peran besar dalam mengatasi penurunan daya beli masyarakat," tegasnya.
Baca juga : Gapmmi Harap Suku Bunga di Kuartal IV tidak Naik
Kebijakan itu antara lain harus mendorong penyerapan tenaga kerja, reformasi struktural dalam perekonomian, reindustrialisasi yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan riil masyarakat. Ini pada akhirnya berdampak positif pada peningkatan daya beli masyarakat.
Dihubungi terpisah, ekonom Universitas Paramadina Jakarta Wijayanto Samirin menyambut baik keputusan Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan atau fed funds rate/FFR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,0% pada Rabu, (19/9) waktu AS.
"Tentunya ini merupakan berita bagus bagi dunia, tidak terkecuali Indonesia," sebutnya.
Baca juga : Suku Bunga Acuan kembali Ditahan, Daya Beli Terjaga
Penurunan BI Rate sebesar 25 bps dianggap sudah tepat, dan merefleksikan kehati-hatian BI dengan tetap menjaga gap antara FFR dan BI Rate di level yang aman yakni 1,0%. Senada dengan Josua, Wijayanto menyebut penurunan BI Rate akan menurunkan suku bunga perbankan, yang membuat sektor rill lebih menggeliat. Namuh seberapa besar dampaknya sedikit banyak tergantung kepada agresivitas BI dan pemerintah dalam menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).
Sementara, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menyebut penurunan suku bunga acuan belum cukup mendorong geliat ekonomi nasional. Adanya tren penurunan daya beli dan lemahnya pasar ekspor masih tengah membayangi ekonomi Indonesia ke depan.
"Kalau mau industri manufaktur kita kuat harus didorong permintaanya, tapi kan permintaan lagi melempem. Pangsa ekspor kita lagi melemah," ungkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 sebesar US$2,90 miliar. Akan tetapi, surplus neraca perdagangan tersebut dibarengi dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur yang mengalami kontraksi pada periode yang sama. Lembaga pemeringkat S&P Global baru saja merilis aktivitas manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi pada Juli 2024 di angka 49,3. (Ins/M-4)
GUBERNUR Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya melihat ruang untuk melanjutkan penurunan suku bunga acuan (BI Rate) guna mendorong pertumbuhan kredit.
Pemangkasan suku bunga acuan BI dari 5,5% menjadi 5,25% pada Juli 2025 adalah langkah tepat untuk menggerakkan konsumsi domestik dan investasi.
Inflasi pada Juni 2025 tercatat sebesar 1,87% (yoy), naik dari 1,60% pada Mei 2025, namun masih berada dalam target Bank Indonesia sebesar 1,5%–3,5%.
DIREKTUR Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan penurunan suku bunga the Fed, merupakan kebijakan yang ditunggu oleh pelaku usaha global.
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
LEMBAGA Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga acuan, BI Rate
Dari sisi pendanaan, tren penurunan suku bunga acuan diperkirakan akan memperkuat likuiditas dan meningkatkan efisiensi struktur biaya dana.
Bank Sentral Amerika (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan untuk kelima kalinya tahun ini.
IHSG berpotensi melanjutkan penguatan pada perdagangan Kamis, 17 Juli 2025. Hal ini didorong oleh sentimen positif dari kebijakan suku bunga acuan BI dan tarif impor AS.
Bank Indonesia (BI) pada Selasa-Rabu, 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25%
Sudah saatnya Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, kesepakatan tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sudah terjadi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved