Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden kini menghadapi dilema. Di satu sisi, ia ingin pemilu presiden AS kali ini bertemakan "Bidenomics". Sebaliknya, hal ini berisiko menjadi "Bidenflasi".
Biden kini menghadapi salah satu ancaman terbesar dalam upayanya untuk mengalahkan Donald Trump karena harga yang melambung saat ini. Biaya hidup pun kembali meningkat lebih cepat.
Politisi dari Partai Demokrat berusia 81 tahun itu mengira dia telah berhasil mengatasi masalah ini. Namun, angka-angka pada pekan ini menunjukkan inflasi konsumen AS meningkat menjadi 3,5% pada tahun ini hingga Maret, yang merupakan kenaikan bulan kedua berturut-turut. Harga gas dan sewa rumah berkontribusi terhadap separuh kenaikan tersebut.
Baca juga : Biden Kritik Pertemuan Trump dengan Viktor Orban
Inflasi kemungkinan menjadi isu yang menentukan pada pemilu kali ini. The Wall Street Journal menyebutnya sebagai masalah pelik bagi Biden, sementara Financial Times mempertanyakan apakah masalah ini bisa menenggelamkan Biden.
“Perkembangan inflasi antara saat ini dan pemilihan presiden dapat menjadi faktor yang menentukan hasilnya,” kata Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics.
Sejauh ini, Amerika Serikat tidak hanya terhindar dari resesi setelah pandemi Covid-19, namun kini menunjukkan pertumbuhan terkuat di antara negara-negara besar lainnya di dunia. Yang paling penting adalah inflasi – yang telah membebani pemerintahan yang mencapai puncaknya sebesar 9% persen pada tahun 2022 – telah menurun selama berbulan-bulan.
Baca juga : Biden bakal Naikkan Pajak Perusahaan
Masalah Biden adalah bahwa para pemilih tidak selalu merasakan apa yang ditunjukkan oleh angka-angka yang menunjukkan perekonomian sedang booming.
Angka ekonomi yang besar tidak menjadi masalah bagi orang Amerika ketika mereka merasa terpuruk setiap kali mereka mengisi bahan bakar mobil mereka, kesulitan untuk memberi makan keluarga mereka ketika mereka pergi ke supermarket, atau bertanya-tanya bagaimana mereka akan membayar sewa rumah atau apartemen.
Jajak pendapat berulang kali menunjukkan bahwa meskipun ada kekhawatiran terhadap demokrasi setelah kepemimpinan Trump yang memecah-belah, para pemilih masih menilai taipan real estate ini lebih piawai mengatasi masalah ekonomi dibandingkan Biden.
Baca juga : Joe Biden Pamer Kemajuan Perekonomian AS
Angka inflasi terbaru memukul kepercayaan konsumen, menurut survei yang dilakukan Universitas Michigan pada Jumat (12/4).
“Ada beberapa kekhawatiran bahwa perlambatan inflasi mungkin terhenti,” Joanne Hsu, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan kepada AFP.
Biden berusaha optimistis. “Kita berada dalam situasi yang lebih baik dibandingkan ketika kami menjabat, di mana inflasi meroket,” katanya dalam konferensi pers dengan perdana menteri Jepang yang sedang berkunjung pada Rabu lalu.
Namun Partai Republik telah menggunakan isu ini untuk menyerang dan menjuluki fenomena ini sebagai “Bidenflasi”, yang merupakan ejekan untuk “Bidenomics” yang digunakan Biden untuk 'menjual' kebijakannya. "Inflasi kembali dan meningkat!" ujar Trump memposting ke situs media sosialnya, Truth Social.
Bahkan, menurut Politico, mantan kepala staf Biden, Ron Klain, pun mengkritik koleganya karena dinilai terlalu banyak bicara tentang jembatan dan infrastruktur dibandingkan fakta bahwa harga telur dan susu mahal. (AFP/M-3)
MANTAN Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, didiagnosis mengidap kanker prostat agresif.
Mantan Presiden AS Joe Biden menyatakan terima kasih akan dukungan dari seluruh dunia akan diagnosis kanker prostat agresif yang dideritanya.
Mantan Presiden AS Joe Biden baru saja didiagnosis kanker prostat agresif. Kenali lebih lanjut tentang penyakit ini.
Donald Trump mendoakan mantan presiden AS Joe Biden segara pulih dari kanker prostat agresif.
Kantor pribadi mantan Presiden Amerika Serikat mengungkapkan Joe Biden didiagnosa kanker prostat. Saat ini kanker tersebut telah menyaber ke tulangnya.
Biden memperingatkan bahwa pemotongan tunjangan Jaminan Sosial berisiko menghancurkan kehidupan jutaan pensiunan yang bergantung pada program tersebut untuk bertahan hidup.
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
LEMBAGA Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga acuan, BI Rate
Gigih mengatakan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei silam, perekonomian Jatim pada Triwulan I-2025 tumbuh sebesar 5,00%.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai inflasi yang rendah hingga terjadinya deflasi berulang merupakan indikasi negatif bagi perekonomian Indonesia.
KAD ini menurutnya untuk menjaga stabilitas pasokan khususnya untuk cabai dan bawang merah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di April 2025 yang mengalami inflasi 1,17%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved