Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Harus Tetap Waspada Ancaman Ekonomi Global

M. Ilham Ramadhan Avisena
21/2/2024 18:10
Harus Tetap Waspada Ancaman Ekonomi Global
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat.(Dok.MI)

INDONESIA didorong untuk bersiap dan waspada terhadap berbagai kemungkinan ancaman ekonomi yang datang dari luar. Itu dinilai perlu agar ketahanan ekonomi domestik tetap bisa terpelihara dan mampu tumbuh seperti yang telah direncanakan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat saat membuka Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Pemilu 2024 dan Masa Depan Perekonomian Indonesia, Rabu (21/2).

"Terlepas dari dinamika politik pascapemilu, ada satu situasi yang betul-betul mendapatkan pencermatan. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana kemudian kondisi global, situasi juga terjadi. Kita tidak bisa juga menutup mata bahwa beberapa negara secara formal menyatakan masuk pada masa resesi," tuturnya.

Baca juga : Bangkitkan Koperasi Melalui Perbaikan Tata Kelola

Karenanya Lestari mewanti-wanti agar pemerintah mampu mengelola potensi risiko dengan baik. Hal itu terutama dari sisi fiskal yang diketahui memiliki keterbatasan ruang. Untuk itu, belanja-belanja negara diharapkan mampu menjadi pelapis dalam menghadapi tekanan ekonomi dunia.

Apalagi saat ini motor utama pertumbuhan ekonomi, yaitu konsumsi masyarakat di dalam negeri menunjukkan gelagat pelemahan. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya keluhan mengenai biaya hidup yang mengalami peningkatan, terutama yang terkait dengan kebutuhan pangan.

Rerie, sapaan karib Lestari, tak menampik pemerintah sudah berupaya untuk menjaga ketahanan konsumsi masyarakat melalui beragam bantuan sosial. Namun ia juga khawatir derasnya bantuan negara itu justru dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral semata dan menambah beban negara.

Baca juga : Visi Misi Capres Cawapres Menentukan Arah Ekonomi Indonesia ke Depan

Di kesempatan yang sama, CEO S. ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC) Shanti Shamdasani menilai, derasnya bantuan sosial memang sulit dipisahkan dari tahun politik. Dalam jangka pendek, hal tersebut memang dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong tingkat konsumsi.

Namun seiring berakhirnya masa pemilihan, kenikmatan yang diterima oleh masyarakat tersebut lambat laun akan hilang. Karenanya, Shanti menilai justru ekonomi Indonesia akan mengalami pelambatan mulai beberapa bulan ke depan dan terlihat hingga akhir tahun ini.

Ancaman dari Luar

"Ada kemungkinan akhir tahun ini kita merasakan economic slow down. Tiga faktor, ketergantungan dari bansos yang sekarang dinikmati akan berkurang. Kedua, buruknya ekonomi global akan mulai terasa pada akhir 2024. Ketiga, gejolak politik masih berlanjut sampai Oktober," terang Shinta.

Baca juga : Pemerintah Diminta Tetap Fokus Optimalisasi Perbaikan Ekonomi Dalam Negeri

Dia juga menilai, meski relatif akan tetap tumbuh positif di tahun ini dan tahun depan, ekonomi Indonesia akan mengalami tantangan yang jauh lebih besar di 2025. Sebab, tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri baru akan dirasakan menjelang akhir 2024.

Tantangan global juga masih akan menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia, baik untuk pemerintahan saat ini, maupun yang akan datang. Namun itu bukan berasal dari penurunan kinerja ekonomi dari negara seperti Inggris dan Jepang yang memiliki kemitraan ekonomi relatif kecil dengan Indonesia.

Petaka eksternal bagi ekonomi dalam negeri akan datang dari Tiongkok dan Amerika Serikat. Dua negara itu, selain sebagai mitra dagang utama Indonesia juga merupakan motor pertumbuhan ekonomi dunia.

Baca juga : Pemilu 2024 Jadi Pemilu Terburuk sejak 1999

"Jadi apa yang terjadi di Inggris dan Jepang sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan kita, mereka juga hanya mengalami resesi yang mild," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Mohammad Faisal.

"Dalam kondisi seperti ini, kita perlu waspada, bagaimana mengantisipasi pelambatan negara mitra dagang seperti Tiongkok dan AS. Tiongkok sendiri kita tahu menyumbang 41% pertumbuhan dunia," lanjutnya.

Apalagi ekonomi Indonesia boleh dibilang amat bergantung pada Tiongkok. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan ekspor produk Indonesia ke Negeri Tirai Bambu yang mencapai 24% dari total ekspor nasional, jauh lebih tinggi dari negara-negara tetangga lain.

Baca juga : Bansos Pangan Jokowi Bikin Stok Beras Nasional Menipis

Dengan begitu, melambatnya perekonomian Tiongkok bakal berdampak pada kinerja dagang nasional dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara umum. Itu menjadi hal yang mengkhawatirkan lantaran pelemahan ekonomi Negeri Panda diperkirakan tak hanya berlangsung dan usai di tahun ini.

Sementara itu Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual menyampaikan, tantangan eksternal bagi perekonomian Indonesia juga muncul dari kebijakan moneter bank sentral AS, yakni The Federal Reserve (The Fed). Sebab belum ada yang dapat memastikan kapan berakhirnya kebijakan suku bunga tinggi dari Negeri Paman Sam.

"Kenaikan (suku bunga) Fed ini kalau dilihat secara historis bisa menimbulkan masalah. Jadi sampai Fed menurunkan suku bunga, yang banyak diperkirakan terjadi di tengah tahun, ini akan menjadi masa kritikal, kita tidak ingin market crash," tuturnya. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik