Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEBUTUHAN perumahan di Indonesia terus naik seiring dengan pertumbuhan penduduk di Tanah Air.
Setidaknya terdapat 12,7 juta backlog perumahan dari catatan pemerintah. Karenanya pembangunan perumahan untuk masyarakat kian krusial. Namun di saat yang sama, itu mesti diupayakan agar tak memberi dampak buruk terhadap lingkungan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, peningkatan jumlah perumahan telah bertanggung jawab atas 17% emisi gas rumah kaca global, 5,5% dikontribusi secara langsung dan 11% dikontribusikan secara tidak langsung.
Baca juga : Sukuk untuk Pembiayaan Tapera Diluncurkan
Untuk itu, keseimbangan antara pembangunan perumahan dan menjaga kelangsungan lingkungan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
“Green mortgage (hipotek hijau) adalah satu opsi pembiayaan yang inovatif dan sejalan dengan isu lingkungan dan keberlanjutan,” ujarnya dalam Seminar on Energy Efficient Mortgage (EEM) Development Throughout ASEAN Countries, Jakarta, Selasa (22/8).
Baca juga : Naraya Serpong, Rumah Tropis Ditawarkan di Bawah Rp1 Miliar
Hipotek hijau alias KPR hijau menurut Sri Mulyani bakal menyelaraskan kebutuhan pembiayaan rumah dengan upaya menjaga lingkungan. Hanya, hal tersebut masih dianggap terlalu asing bagi masyarakat Indonesia.
Porsi KPR hijau dari perbankan Indonesia, misalnya, masih terlalu kecil meski ada beberapa bank yang telah menjadi pionir menawarkan produk tersebut ke masyarakat. Langkah yang sama mestinya juga ditularkan ke bank lain sehingga masyarakat dapat mengenal lebih jauh mengenai cicilan pemilikan rumah hijau itu.
“Mereka (bank pionir) mencoba berkolaborasi dengan bisnis yang sadar dengan lingkungan dan memprioritaskan kerja sama dengan developer perumahan yang mengadopsi prinsip keberlanjutan. Ini merupakan inisiatif yang bagus, jadi kita perlu mempromosikan lebih,” terang Sri Mulyani.
Guna menjembatani hal itu, lanjut dia, diperlukan sosialisasi mengenai penting dan perlunya KPR hijau kepada masyarakat. Itu setidaknya diharapkan dapat membuat Indonesia sejajar dengan Eropa dan Jepang yang memiliki tingkat KPR hijau cukup tinggi.
Di Benua Biru, porsi hipotek hijau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setidaknya berkisar 46%.
“Jadi kita memang ingin dan perlu belajar bagaimana mereka berkembang dan menjadi kerangka kebijakan inisiatif. Partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan di sana juga perlu dipelajari agar kita mampu menciptakan lingkungan dan ekosistem yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia,” pungkas Sri Mulyani. (Z-5)
Upaya menerapkan konsep Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hijau dan prinsip Environment, Social, Governance (ESG) dalam sektor properti menjadi sebuah tantangan
Penerapan konsep ESG (Environment, Social, Governance) dalam sektor properti tidak boleh hanya mengandalkan peran satu atau dua pihak seperti bank dan pengembang.
PADA penghujung semester pertama tahun anggaran 2024, informasi kinerja keuangan negara yang dipublikasi menyajikan kinerja APBN 2024 yang kurang mengembirakan.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono angkat bicara tentang pernyataan Menkeu Sri Mulyani mengenai Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki anggaran untuk pemberian bantuan sosial
DPRD DKI Jakarta menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih sanggup menganggarkan bantuan sosial tahapan berikutnya
Dalam pelaksanaan distribusi bansos, Anies menerangkan kronologi apa saja yang dilakukan pihaknya dengan pemerintah pusat.
Kamis (6/5), Sri Mulyani menyebut Anies lepas tanggung jawab memberikan bansos kepada 1,1 juta KK di DKI Jakarta.
Ketua DPD DKI Partai Gerindra itu mencium aroma politik yang kental dalam kritik yang dilontarkan Menkeu Sri Mulyani.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved