Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Digitalisasi Jadi Tantangan Para Pemimpin Bisnis, Poppy Zeidra : Kolaborasi adalah Kunci

Ghani Nurcahyadi
13/8/2023 21:11
Digitalisasi Jadi Tantangan Para Pemimpin Bisnis, Poppy Zeidra : Kolaborasi adalah Kunci
Diskusi mengenai digitalisasi yang dihelat Spark(Dok. Pribadi)

SEIRING perkembangan teknologi, banyak perusahaan domestik mulai mengedepankan digitalisasi sebagai bagian dari peta pertumbuhan bisnis. Namun, upaya ini seringkali mengabaikan pendekatan 'digital-first' ke level karyawan, sehingga secara tidak langsung melahirkan gap talenta digital.

Hasil riset Bank Dunia dan McKinsey menunjukkan Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital pada 2030. Jika dirata-rata, kebutuhan talenta digital ini mencapai 600.000 orang per tahun. 

Sayangnya, hingga saat ini, perguruan tinggi di Indonesia hanya mampu menyuplai sekitar 100.000-200.000 talenta digital per tahun. Artinya, terdapat disparitas sebesar 400.000-500.000 talenta digital per tahun.

Baca juga : Berkenalan dengan Sistem ERP, Bisa Sederhanakan Proses Bisnis!

Ketua Departemen CSR BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bidang V sinergi BUMN-BUMD, Poppy Zeidra mengatakan, transformasi digital ikut mengubah pola pikir digital pengusaha dan karyawan. Ini akan menjadi peluang baru sekaligus tantangan bagi industri.

"Tentu ini jadi tantangan bagi pemimpin perusahaan untuk membangun budaya digital dengan melibatkan seluruh aspek bisnis. Transformasi digital tidak hanya menyasar inovasi bisnis, tapi harus ikut mendorong pola pikir digital karyawan," kata Poppy dalam diskusi dengan tema SPARK Gateway Southeast Asia Technology Trends & Priorities for 2023 "Building Agility & Resilience to Thrive amidst Global Uncertainty".

Baca juga : Bank Mandiri Perkuat Inklusi Keuangan dan Digitalisasi Pondok Pesantren

Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Pada 2017, bidang teknologi paling banyak mengadopsinya, yakni sebesar 32%. Sementara Bidang energi juga tidak tertinggal jauh. Penggunaan kecerdasan buatan pada bidang energi saat ini mencapai 27%.

Poppy menilai, membangun budaya korporasi yang mengutamakan digital harus melibatkan lebih dari sekadar adaptasi terhadap teknologi terbaru.

Masalahnya, kesiapan AI di Indonesia masih rendah. Laporan Oxford Insights dan International Development Research Center yang bertajuk Government AI Readiness Index 2019 menunjukkan, Indonesia dalam penerapan AI di pemerintah peringkat kelima di ASEAN. Sementara di peringkat dunia, Indonesia berada di posisi 57 dari 194 negara dengan skor 5,420.

Bagi Poppy, pemimpin perusahaan 'digital-first' harus menciptakan organisasi yang gesit di mana teknologi dan budaya-kerja perusahaan saling mendukung untuk meningkatkan proses, memaksimalkan efisiensi, dan menawarkan pengalaman bagi pelanggan.

"Menerapkan inovasi teknologi tanpa memberi dukungan yang tepat kepada karyawan tentu jadi batu kerikil perusahaan. Kolaborasi bisnis dan pelatihan menjadi penting untuk memperkuat strategi bisnis hingga kepekaan digital," papar perempuan yang aktif dalam kegiatan public speaker sekaligus ahli strategi branding tersebut.

Survei Gartner pada tahun 2021 menemukan fakta bahwa 60 persen karyawan masih belum mampu beradaptasi terhadap teknologi baru di perusahaan. Ini terjadi akibat pelatihan dan dukungan yang tidak memadai.

Menurut Poppy, organisasi bisnis perlu lebih melibatkan tenaga kerja untuk memperkuat budaya digital-first, sekaligus meminimalisir risiko serangan siber dari pihak luar.

"Memberdayakan teknologi pada satu departemen, tapi mengabaikan yang lainnya tentu percuma. Pemimpin harus melihat pendekatan yang komprehensif di semua lini bisnis, ingat dunia berubah sangat cepat," tuturnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) HIPMI Anggawira mengatakan kebutuhan teknologi menjadi niscaya bagi perkembangan bisnis di Indonesia saat ini. 

"Teknologi dapat meningkatkan efisiensi produksi dan cost in the long-run, peningkatan safety di tempat/lapangan kerja secara signifikan, rata-rata ini terjadi di berbagai macam industri di tanah air," papar Anggawira.

Di sisi lain, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan,  di era teknologi yang semakin maju, keamanan siber dan peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk berkontribusi semakin dibutuhkan.

Dalam diskusi tersebut turut hadir Kepala BSSN Letjen Hinsa Siburian, Director of planning and business development PT Pertamina Patra Niaga Sylvia Grace Yuvenna serta sejumlah pembicara lainnya seperti dari Apindo, Kadin, Telkom Metra serta pengusaha sektor teknologi dari asia tenggara. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya