TINGKAT inflasi Kanada turun menjadi 4,3% pada Maret. Menurut badan statistik nasional, Selasa (18/4), ini dipimpin oleh penurunan harga bensin.
Hasil itu sejalan dengan perkiraan analis menyusul kenaikan 5,2% dalam biaya rata-rata barang dan jasa bulan sebelumnya. Perlambatan dari tahun ke tahun terutama disebabkan oleh yang disebut Statistik Kanada sebagai efek tahun dasar. Ini merupakan kenaikan atau penurunan harga lebih lambat relatif terhadap kenaikan besar tahun lalu.
Harga bensin, misalnya, turun 13,8% setelah melonjak 11,8% pada Maret 2022. Ini akibat ketidakpastian pasokan menyusul invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga: Perusahaan Jasa Keuangan Inggris EY PHK 3.000 Pekerja di AS
Biaya bahan makanan juga mulai berkurang, naik lebih sedikit dari bulan-bulan sebelumnya. Khususnya, harga anggur dan jeruk serta mentimun dan seledri turun.
Sementara itu, harga furnitur memimpin perlambatan biaya barang tahan lama. Biaya penggantian pemilik rumah terus melambat, mencerminkan pasar perumahan yang mendingin.
Baca juga: Raksasa Telekomunikasi Swedia Ericsson Tingkatkan Rencana Penghematan
Namun, warga Kanada yang memperbarui atau memulai hipotek menghadapi kenaikan biaya bunga tahunan terbesar. Ini setelah bank sentral menaikkan suku bunga pinjaman utamanya secara bertahap menjadi 4,5% pada Januari dari 0,25% setahun sebelumnya untuk menjinakkan inflasi.
Bank of Canada bulan lalu menjadi bank sentral besar pertama yang menghentikan kebijakan moneter agresif baru-baru ini karena inflasi menurun. Ia memperkirakan inflasi akan kembali turun ke target 2,0% tahun depan dari puncak Juni 2022 sebesar 8,1%.
Analis Desjardins Royce Mendes berkomentar bahwa sementara ada tanda-tanda yang berkembang bahwa laju pertumbuhan harga mulai menurun, perlambatan inflasi utama pada Maret akan datang sebagai kenyamanan konsumen Kanada. Maklum, warga merasakan harga naik 14% selama tiga tahun belakangan.
"Harga yang turun," tambahnya, "Masih belum cukup bagi Bank of Canada untuk menyatakan misinya tercapai dan ada risiko (inflasi naik) dari negosiasi upah yang akan datang." (AFP/Z-2)