BANK Indonesia melihat sejauh ini ekonomi Indonesia tidak akan masuk ke dalam kondisi resesi, meski mereka benarkan pertumbuhannya melambat. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Firman Mochtar menjelaskan, ekonomi suatu negara bisa dikatakan resesi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) negatif secara berturut-turut.
"Resesi itu, apabila pada satu saat PDB sebuah negara lebih rendah, dimana dalam antar triwulan negara menghasilkan PDB yang terus turun, dari USD 1.000 triliun, lalu triwulan II PDB-nya menjadi USD 900 triliun atau dengan kata lain secara pertumbuhannya negatif, dan triwulan III PDB-nya turun lagi jadi USD 700 triliun. Kalau penurunan terus berlangsung itu namanya resesi," kata Firman, di Yogyakarta, Sabtu (18/3).
Namun yang terjadi di Indonesia, kata Firman, PDB-nya tidak negatif. Misalnya, PDB dari USD 1.000 naik menjadi USD 1.100 triliun, atau biasanya naiknya bisa sampai USD 1.200 triliun.
Baca juga : Hasil Ekspor Capai US$173 Juta, Pertebal Cadangan Devisa RI
"Jadi ekonomi Indonesia tetap tumbuh meski melambat. Gambaran ini menunjukkan meski ekonomi turun tapi Indonesia tidak bisa dibilang krisis," kata Firman.
Dia juga memproyeksi ekonomi dunia semakin membaik. Terlebih setelah Tiongkok membuka kembali perbatasan dan lockdown. Adapun BI memproyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 dapat mencapai 2,6%.
Baca juga : Ekonom Chatib Basri: Optimis Indonesia Tidak Akan Resesi
"Ini membuat kemungkinan resesi negara maju makin turun. Sehingga dampak ke ekonomi negara berkembang juga mengecil," kata Firman.
Sebelumnya ekonom Chatib Basri memprediksi Indonesia akan mengalami sejumlah tantangan ekonomi jelang pemilu 2024. Mulai dari dampak tensi geopolitik yang dinamis dan pengaruh ekonomi global.
Namun dia memastikan Indonesia tidak akan mengalami resesi.
Chatib mencatat ada tiga tantangan yang patut diwaspadai sepanjang tahun ini. Pertama, pengaruh tensi geopolitik akan menimbulkan fluktuasi harga energi dan komoditas.
"Kedua kenaikan bunga di Amerika Serikat akan berpengaruh pada investasi di banyak negara termasuk Indonesia. Ketiga, terjadi shock di dalam SVB (Silicon Valley Bank) yang berpengaruh pada stabilitas global," ujar Chatib Basri saat ditemui dalam forum diskusi "Glad Talk" di Nasdem Tower Jakarta Pusat, Jumat (17/3).
Dari gambaran tersebut, terlebih kondisi terganggunya stabilitas global, dia melihat kemungkinan aktivitas ekspor Indonesia akan melambat, investasi juga akan tertekan, namun tidak sampai menimbulkan resesi.
"Kalau kita lihat tahun 2023, ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 4,8%. Pemilu 2024, akan menjadi salah satu faktor penguat. Pemerintah Indonesia dipastikan akan menghabiskan anggaran cukup besar jelang pemilu 2024. Belanja pemilu akan mendorong konsumsi cukup signifikan," kata Chatib. (Z-8)