Presiden Joko Widodo membeberkan alasan pemerintah mendukung pembangunan kawasan industri pupuk di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, oleh PT Pupuk Kalimantan Timur.
Ia mengatakan dengan berlokasi di daerah tersebut, operasional pabrik akan lebih efektif karena bahan baku produksi pupuk, yaitu gas alam, tersedia di sana.
“Kita buka industri pupuk di Papua Barat karena gasnya ada di sana. Bahan bakunya ada di sana,” ujar Jokowi di Pesantren Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/6).
Pembangunan kawasan industri pupuk, sambung Kepala Negara, merupakan sebuah upaya untuk menjaga ketersediaan komoditas itu di Tanah Air. Di tengah perang antara Rusia dan Ukraina yang masih belum berakhir, terobosan seperti itu harus dilakukan.
"Mengenai pupuk, supaya juga para petani tahu bahwa kesulitan pupuk itu terjadi di semua negara. Suplai bahan bakunya dari Rusia, dari Ukraina. Itu mereka baru perang sehingga dunia sekarang ini kesulitan pupuk," tutur mantan wali kota Surakarta itu.
Baca juga: Presiden Sebut Operasional Pabrik Pupuk di Aceh Terkendala Gas
Ia mengakui kurangnya ketersediaan pupuk adalah salah satu masalah yang kerap ia temui ketika berkunjung ke daerah-daerah. Itu sering dikeluhkan langsung oleh para petani.
Sedianya, pada awal tahun ini, Jokowi sudah meresmikan pabrik pupuk baru milik PT Pupuk Iskandar Muda di Aceh. Fasilitas itu ditargetkan memproduksi sekitar 500 ribu ton per tahun. Meski demikian, menurutnya, jumlah itu masih belum cukup memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Sangat jauh dari cukup sehingga ini perlu lagi mungkin tahun ini. Tapi itupun nanti sudah dihitung masih juga belum cukup, masih impor," papar Presiden.
Selain pupuk anorganik atau pupuk buatan pabrik, Jokowi mendorong agar para petani memanfaatkan pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan. Pasalnya, bahan baku pupuk buatan saat ini menurutnya sulit didapat.
"Harapan saya bagus di lapangan mulai menggunakan pupuk organik," tandasnya.
Pada kesempatan itu, presiden mengunjungi Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang dianggap sukses menerapkan pertanian atau agribisnis di kalangan para santrinya dengan melibatkan masyarakat sekitar. Terdapat 120 komoditas yang ditanam. Hasil dari agribisnis dijual ke pasar tradisional dan supermarket. Presiden menyambut baik langkah tersebut dan berharap bisa menjadi percontohan bagi pondok pesantren lain di Indonesia. (Z-11)