SUBHOLDING PLN di bidang penyediaan dan logistik energi primer, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), menganggarkan Rp190 triliun di tahun ini untuk transaksi pengadaan dan suplai batu bara, pengembangan bisnis gas, bahan bakar minyak (BBM), hingga penerapan biomassa atau substitusi dari batu bara yang digunakan di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLN EPI fokus mengamankan stok batu bara agar tidak terjadi krisis seperti yang terjadi di akhir 2021. Kondisi stok batu bara saat ini berada di level aman dengan rentan 22 sampai 26 hari operasi (HOP).
"Di 2023, EPI menganggarkan transaksi Rp190 triliun untuk satu tahun. Skala transaksi ini menjadikan PLN EPI sebagai penyedia energi primer untuk pembangkit terbesar di Asia Tenggara," klaim Direktur Utama PT PLN Energi Primer Indonesia Iwan Agung Firstantara saat Press Briefing PLN EPI, di Jakarta, Selasa (28/2).
Ia berujar dibutuhkan 161,1 juta ton stok batu bara pada tahun ini untuk kebutuhan PLTU. Stok ini untuk kebutuhan PLTU milik PLN Group sebesar 82,9 juta ton dan 78,2 juta ton untuk PLTU miliki pembangkit listrik swasta (independent power producer/IPP).
PLN EPI bakal menyuplai pasokan energi primer ke subholding perusahaan setrum negara lain dengan kapasitas pembangkit listrik sebesar 21 gigawatt (GW) untuk PLN Nusantara Power atau Generation Company 1 (Genco 1) dan 23 GW ke PLN Indonesia Power (Genco 2). Modal dari penganggaran transaksi Rp190 triliun itu salah satunya berasal dari pembayaran komponen PLN Group, seperti Genco dan tagihan lain.
"Jadi skala transaksi itu ada turnover (perputaran) dari mulai perencanaan, pengadaan stok, kemudian invoice penagihan yang molekulnya dari Genco," terangnya. Selain batu bara, PLN EPI melakukan pengadaan gas dan BBM lewat anak usahanya yakni PT Pelayaran Bahtera Adi Guna yang bertugas mengangkut komoditas dengan kapal dan PT PLN Gas dan Geothermal yang berfokus mengeksploitasi sumber daya gas dan panas bumi menjadi energi listrik.
Biomassa
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Biomassa PLN EPI Antonius Aris Sudjatmiko menyampaikan pihaknya membutuhkan biomassa sebesar 1,05 juta ton di 2023 untuk pengganti batu bara (co-firing) di PLTU dan diperkirakan meningkat hingga 10 juta ton di 2025. Penyediaan biomassa ini berasal dari serbuk gergaji, sekam padi, serpihan kayu, cangkang sawit, limbah pertanian, dan lainnya.
"Hingga 2025, penerapan biomassa akan dilakukan di 52 PLTU. Di 2022 baru 34 PLTU. Ini bertahap akan naik," jelasnya.
PLN EPI, diakui Antonius, memberdayakan masyarakat sekitar kawasan PLTU untuk menggunakan sumber biomassa. Peran warga tersebut dianggap penting untuk turut andil dalam transisi energi menuju net zero emissions (NZE).
"Kami sudah menyosialisasikan ke masyarakat agar menjadi produsen dan supplier dalam pemanfaatan biomassa ini. Melalui dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) furnitur, UMKM pengrajin kayu, petani kita berdayakan," pungkasnya. (OL-14)