KOMISI XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyesali cara yang diambil pemerintah dalam menentukan kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Pasalnya, besaran tarif tersebut telah ditetapkan tanpa melalui persetujuan parlemen.
"Ini untuk mengingatkan Bu Menteri (Sri Mulyani Indrawati), peristiwa ini sudah dua kali terjadi, hari ini dan tahun lalu. Jadi Undang Undang (APBN) sudah diketok, baru minta persetujuan, atau konsultasi seperti ini," ujar Wakil Ketua Komisi XI Dolfie O.F.P yang bertindak memimpin jalannya rapat kerja dengan pemerintah, Senin (12/12).
"Kalau UU (APBN) sudah diketok, ya kita tidak lagi bisa memberikan masukan atau usulan. Jadi untuk menjaga kesetaraan dalam hak budgeting DPR dengan pemerintah, tahun depan ini jangan terjadi lagi," sambung dia.
Diketahui, pemerintah telah mengumumkan kebijakan tarif CHT di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (3/11). Pengambil kebijakan memutuskan kenaikan tarif CHT rerata 10% untuk 2023 dan 2024.
Baca juga: DPR Minta Peran TPT Dimaksimalkan Dalam Distribusi Ekonomi Nasional
Sedangkan untuk rokok elektrik kenaikan rerata 15% untuk dan kenaikan rerata 6% untuk produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
Kenaikan tarif bagi rokok elektrik dan HPTL itu akan berlaku dengan besaran yang sama setiap tahunnya hingga lima tahun ke depan.
Menanggapi pernyataan parlemen, Sri Mulyani menyampaikan permohonan maafnya sekaligus mengusulkan agar kebijakan CHT ke depan dilakukan dalam Panitia Kerja (Panja) APBN di tahun-tahun berikutnya.
"Jadi nanti di dalam Panja bisa dibahas mendetail desain dan keputusannya, sama seperti kita membahas target-target penerimaan yang lain. Jadi tidak out layer sendiri," tuturnya. (Mir/OL-09)