Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Startup Berguguran, Analis Ini Sebut Ada istilah Baru Setelah Unicorn dan Decacorn

Mediaindonesia.com
21/11/2022 19:04
Startup Berguguran, Analis Ini  Sebut Ada istilah Baru Setelah Unicorn dan Decacorn
Investor melintas di samping layar elektronik yang berisikan pergerakan harga saham di bursa.(Antara/Galih Pradipta)

Tahun ini dunia dihebohkan dengan berjatuhannya beberapa startups bervaluasi miliaran dolar yang berkategori Unicorn atau Decacorn seperti Theranos, FTX, dan Terra Luna. 

Belakangan diketahui kegagalan tiga startups tersebut bukan disebabkan oleh kegagalan usaha atau kinerja bisnis melainkan karena adanya penipuan dan penggelapan dengan pelaku tidak lain para pendiri serta tata kelola managemen startup yang buruk.

Pendiri Theranos, Elizabeth Holmes misalnya baru-baru ini dijatuhi hukuman lebih dari 11 tahun penjara karena terbukti menipu investor melalui startup alat tes kesehatan yang ternyata palsu. Do Kwon, pendiri Terra Luna saat ini menjadi buronan Interpol. Adapun Kejaksaan Amerika sedang menyelidiki Sam Bank-Fried sebagai pendiri FTX.

Analis investasi sekaligus Managing Partner Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen menilai bahwa fenomena ini memperlihatkan ada startup bervaluasi miliaran dolar tapi hanya di atas kertas dan tidak mencerminkan nilai perusahaan startup yang sesungguhnya.

“Dari awal saya tidak setuju dengan sebutan Unicorn, Decacorn atau Hectocorn karena dapat menimbulkan asumsi di benak calon investor seolah-olah startup yang sudah menyandang gelar tersebut sudah pasti perusahaan besar yang sehat dari segi finansial. Padahal valuasi miliaran dolar dihitung dari berapa komitmen investasi dari investor yang tidak jarang berupa utang dan wajib dibayarkan kembali berikut bunga.” ujar Hendra.

Hendra melanjutkan, Di Indonesia  juga terdapat puluhan startup berkategori unicorn dan bahkan decacorn tapi sampai sekarang masih merugi menahun. Memang sebagian dari kerugian tersebut akibat inefisiensi para startup dalam mengelola keuangan dan dana investasi misalnya seperti memberi gaji besar dan fasilitas mewah kepada para pekerja dengan tujuan branding atau jor-joran dalam membakar uang.

Hendra menunjuk contoh GoTo sebagai perusahaan startup terbesar di Indonesia yang baru-baru ini melakukan PHK terhadap 1.300 pekerja.  “Startup Indonesia melakukan PHK dan bahkan tutup permanen sudah ada puluhan, tapi GoTo istimewa. Sebelum IPO mereka sudah menyandang status decacorn. Pasca IPO mereka meraup triliunan rupiah baik dari pencatatan saham maupun investasi Telkomsel,” ujarnya. 

Sehingga,lanjutnya, bagaimana mungkin mereka masih  merugi. Seharusnya mereka memperoleh keuntungan besar dengan suasana pandemi beberapa tahun terakhir karena orang-orang tidak bisa keluar rumah sehingga harus mengandalkan jasa mereka seperti mengantar barang dan makanan.  "Buktinya mereka meraup pendapatan kotor Rp 16 triliun di kuartal III ini,” tandas Hendra

Dugaan Hendra, PHK massal tersebut karena GoTo sedang melakukan efisiensi setelah bertahun-tahun melakukan praktek membakar uang secara berlebihan.

“Sepertinya kita harus menambah istilah baru untuk startup yang seolah bervaluasi miliaran tapi tidak sehat, yaitu popcorn. Popcorn itu dari luar putih, indah dan memancing indra penciuman tapi di dalam berminyak dan banyak garam sehingga tidak sehat mengkonsumsi berlebihan,” ungkap Hendra berseloroh. (RO/E-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya