Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkuat pasar derivatif domestik dengan meluncurkan lima saham baru sebagai underlying kontrak berjangka saham (KBS) atau single stock futures (SSF) pada Senin (14/7).
Dengan penambahan ini, investor kini dapat memperdagangkan SSF atas total 10 saham, setelah sebelumnya tersedia lima saham pertama. Untuk bertransaksi, investor perlu membuka rekening derivatif pada Anggota Bursa yang memiliki izin sebagai anggota bursa derivatif.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menjelaskan, penambahan underlying SSF tidak hanya menjadi tonggak penting dalam pengembangan produk derivatif, tetapi juga langkah strategis dalam meningkatkan daya tarik dan likuiditas pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Serta, memberikan perluasan pilihan produk derivatif diharapkan memberi lebih banyak alternatif bagi investor dalam menyesuaikan strategi investasinya.
“Dengan semakin luasnya pilihan produk derivatif, kami berharap investor memiliki lebih banyak alternatif instrumen investasi," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (14/7).
Kelima saham baru yang ditetapkan sebagai underlying SSF meliputi PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Barito Pacific Tbk (BRPT).
Sebelumnya, lima saham yang telah lebih dahulu menjadi underlying SSF adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Astra International Tbk (ASII), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
Jeffrey kemudian menerangkan penentuan saham-saham underlying tersebut mempertimbangkan tren pasar terkini, dengan sektor konsumsi, pertambangan, dan energi yang menunjukkan kinerja positif di tengah dinamika global dan domestik.
Dengan karakteristik likuiditas yang tinggi dan fundamental perusahaan yang solid, kelima saham baru ini dinilai mampu memenuhi kebutuhan investor baik untuk strategi lindung nilai (hedging) maupun optimalisasi portofolio. Hal ini semakin didukung oleh fitur SSF yang memungkinkan transaksi dua arah (long/short), penggunaan leverage, serta kebutuhan modal yang relatif rendah.
Sejak pertama kali diluncurkan, SSF mencatat tren pertumbuhan yang positif. Hingga Juni 2025, total transaksi SSF mencapai 2.175 kontrak atau senilai Rp1,02 miliar, naik 19% dibandingkan tahun 2024. Sementara itu, jumlah investor derivatif juga melonjak 142% menjadi 359 investor.
Jeffrey menilai peningkatan ini mencerminkan tumbuhnya minat dan kepercayaan investor terhadap instrumen derivatif, khususnya SSF, sebagai salah satu alternatif investasi yang menjanjikan di pasar modal Indonesia. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved