Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MENJADI pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sektor toko kelontong, tidak segampang yang dibayangkan. Butuh komitmen agar bisnis ini langgeng dan bertahan.
Hal itu ditegaskan Neneng, pemilik toko SRC Kurnia di Cilegon, Banten. Ia tergabung dalam komunitas toko kelontong terbesar di Indonesia, Sampoerna Retail Community (SRC), yang merupakan program pembinaan UMKM oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna). Perjalanan panjang dilalui Neneng hingga akhirnya memilih untuk fokus pada bisnis yang ditekuninya saat ini.
Neneng mengisahkan, sebelum memutuskan membantu orangtuanya mengurus toko kelontong medio 2007-2008, ia bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Saat itu, Neneng merasa, menjalankan bisnis toko kelontong ternyata tak semudah yang dibayangkannya. Ia hanya bertahan dua tahun, dan akhirnya memutuskan kembali bekerja.
Setelah dua tahun berjalan, sekitar 2010, Neneng kembali berhenti bekerja dan fokus kembali mengurus bisnis toko kelontongnya.
“Buka toko itu tidak semudah yang dibayangkan. Mungkin awalnya kita mikir, tinggal belanja, kemudian dijual. Ternyata tidak, butuh ilmu dan berkomunitas. Ya gabung dengan komunitas yang sama dengan usaha kita,” kata Neneng.
Setelah menyadari pentingnya berkomunitas, Neneng memutuskan bergabung dengan SRC pada 2018. Di SRC, kata dia, sesama anggota saling menguatkan saat jatuh karena pasang surut usaha. Selain itu, saling berbagi inspirasi.
“Di SRC, kami sering kali saling berkunjung, silaturahim bisnis, melihat yang sudah lebih berkembang dan berhasil. Ibaratnya, saling belajar bagaimana mengembangkan toko. Kita berdagang itu harus punya contoh, dan itu bisa didapat dari belajar bersama di komunitas,” papar dia.
Neneng mengungkapkan, awalnya dia memang tak terpikir bergabung di sebuah komunitas usaha karena saat itu belum terlalu fokus dengan bisnisnya. Kemudian, ada ajakan bergabung dengan SRC. Neneng menerima ajakan tersebut, dan tak punya bayangan apa manfaat yang akan didapatkan bagi tokonya.
Setelah setahun bergabung, ia menghadiri sebuah undangan gathering, dan merasakan kegembiraan bertemu dengan pelaku-pelaku bisnis toko kelontong.
“Di situlah titik tolak saya jatuh cinta kepada SRC. Saya langsung merasa nyaman bertemu dengan teman-teman sesama usaha,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Neneng, awalnya ia tertarik dengan berbagai reward yang ditawarkan bagi toko yang menunjukkan perkembangan positif. Tanpa disadari, reward-reward yang dijanjikan itu justru memacu dirinya untuk membuat tokonya menjadi lebih baik.
“Jadi, dulu itu saya memang hanya mengejar reward, dijanjikan poin kalau mau ikut pesta wirausaha nasional, tokonya harus lebih terang supaya dapat poin. Terus, harus bikin ini, itu. Kemudian, saya sadar, sebenarnya ini adalah cara untuk menggiring anggota SRC agar lebih semangat untuk maju. Manfaatnya ya ke toko dan pemasukan kita juga, karena tokonya jadi lebih baik perkembangannya,” papar Neneng.
Berbagai perubahan dilakukan Neneng terhadap Toko SRC Kurnia. Dari awalnya etalase tradisional, kini menerapkan konsep terbuka dengan rak-rak dengan penataan yang rapi. Hal ini membuat pelanggan memiliki kesempatan untuk memilih berbagai kebutuhannya.
Baca juga : Pertemuan Kelima EWG Kuatkan Peranan UKM
Neneng mengatakan, dengan penataan rak terbuka, justru membuat konsumen yang awalnya hanya ingin membeli satu atau dua barang, menjadi berbelanja lebih banyak.
“Berubahnya drastis. Omzet terdongkrak dan sangat signifikan,” kata Neneng.
Kini, selain toko kelontong yang menjual berbagai kebutuhan, Neneng juga melakukan diversifikasi usaha dengan melihat peluang lokasinya yang berada di jalur strategis. Lokasi Toko SRC Kurnia dekat dengan berbagai perusahaan besar dan sejumlah sekolah. Akhirnya, ia memutuskan menjual berbagai kebutuhan alat tulis kantor dan jasa fotokopi. Ternyata, cukup menjanjikan.
Tak berhenti di situ, Neneng juga membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitarnya untuk menitipkan berbagai olahan penganan dan cemilan. Ia menyebutkan, di sekitar tokonya, banyak perajin makanan yang membuat berbagai jenis makanan seperti keripik pisang, keripik tempe, dan lain-lain.
Ia pun membuat “Pojok Lokal” yang juga termasuk inisiatif pembinaan bagi toko kelontong anggota SRC untuk menampung dan memasarkan berbagai produk UMKM lainnya.
“Saya garap serius Pojok Lokal ini. Dari awalnya hanya jual beberapa jenis makanan, sekarang terus berkembang. Karena tetangga-tetangga ini juga melihat produknya cepat laris, mereka malah berpikir untuk membuat berbagai variasi. Misalnya keripik pisang, tidak hanya yang original, tapi berbagai rasa. Jadi sekarang makin variatif,” kata Neneng.
Menurut Neneng, diversifikasi yang dilakukannya juga bagian dari penerapan ilmu yang didapatkannya dari SRC. Pengembangan perlu dilakukan agar menjadi bisnis berkelanjutan dan berdampak. Dengan dibukanya Pojok Lokal, tetangga-tetangga Neneng juga mendapatkan tempat untuk memasarkan produknya dan membuka lahan rezeki bagi mereka.
Meski sempat terdampak pandemi, bisnis toko kelontong Neneng kini mulai menuju normal karena telah aktifnya aktivitas perkantoran dan sekolah. Perkembangan bisnis hingga saat ini menyadarkan Neneng bahwa dengan fokus, menjaga konsistensi dan komitmen, membuat usahanya semakin maju dan bertahan.
Beberapa waktu lalu, Neneng dan para anggota SRC di Jakarta dan sekitarnya, mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) secara simbolis yang dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. Neneng bersyukur mendapatkan kesempatan ini, karena difasilitasi oleh SRC. Para anggota SRC dibekali pengetahuan tentang cara mendapatkan SRC.
“Saat itu, Sampoerna mengajak buat NIB, ada pertemuan di Jakarta. Kemudian dijelaskan bagaimana cara membuatnya, dipandu pembuatannya. Kami saling bantu satu sama lain, ternyata mudah. Lima sampai 10 menit langsung keluar NIB-nya,” kata Neneng.
Pemerintah memang mempermudah pelaku UMKM untuk mendapatkan NIB melalui one single submission (OSS).
NIB bisa digunakan untuk mempermudah akses pinjaman dari bank. Selain itu, para anggota SRC di wilayahnya ingin mengetahui cara membuat Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dengan memanfaatkan NIB yang telah dimiliki. (RO/OL-7)
SEKTOR usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah (UMKM) membutuhkan ekosistem yang sehat agar bisa naik kelas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kali ini, KAI meresmikan UMKM Creative Space di kawasan Museum Kereta Api Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Inabuyer B2B2G Expo 2025 jadi Ajang Perbesar Belanja Produk UMKM oleh Pemerintah/BUMN dan Swasta
BAZNAS melalui program Zmart telah berhasil membantu peningkatan usaha warung kelontong milik Fitri di Kota Bandung. Omzetnya tembus Rp17 juta per bulan.
Penyandang disabilitas memiliki potensi besar yang perlu difasilitasi dengan akses pelatihan dan pendampingan yang tepat.
Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengalokasikan anggaran senilai Rp20 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Takalar.
Jepang dan Swedia menjadi contoh nyata bagaimana inovasi produk bebas asap berkontribusi positif dalam menurunkan prevalensi merokok.
Saat ini, program kemitraan produk bebas asap Sampoerna telah melibatkan lebih dari 600 UMKM lokal yang tersebar di 20 kota di seluruh Indonesia.
Fasilitas ini menjadi pabrik produk tembakau bebas asap pertama milik PMI di Asia Tenggara dan yang ketujuh di dunia.
PT HM Sampoerna terus menegaskan komitmennya untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin menyerahkan Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (BLT DBHCHT) 2025 sebesar Rp800.000 per orang kepada 241 pekerja.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengapresiasi PT HM Sampoerna yang tidak hanya mendampingi UMKM, tetapi juga menciptakan pasar bagi mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved