Banggar DPR Minta Pemerintah Percepat Reformasi Subsidi Energi

M. Ilham Ramadhan Avisena
12/8/2022 15:17
Banggar DPR Minta Pemerintah Percepat Reformasi Subsidi Energi
Gedung DPR RI.(Ilustrasi)

PEMERINTAH didorong segera melakukan reformasi kebijakan subsidi energi untuk menekan biaya sekaligus mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini sekaligus sebagai upaya mitigasi untuk menjaga kesinambungan fiskal. 

"Sebaiknya pemerintah segera membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi pada tahun 2023," ujar Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah melalui keterangannya, Jumat (12/8). 

Baca juga: Food & Hotel Indonesia 2022 Sukses dan Gaet 32 Ribu Pengunjung

Pada sisi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite misalnya, secara alamiah tingkat konsumsinya terus mengalami peningkatan. Pada 2017, misalnya, konsumsi pertalite tercatat 14,5 juta kiloliter, 2018 naik menjadi 17,7 juta kiloliter, dan kembali naik di 2019 menjadi 19,4 juta kiloliter. 

Pada 2020, konsumsi pertalite tercatat 18,1 juta kiloliter dan tahun 2021 kembali naik menjadi 23 juta kiloliter. Di 2022 ini kuota pertalite mencapai 23 juta kiloliter dan sampai Juni 2022 telah terkonsumsi sebanyak 14,2 juta kiloliter.

Sedangkan pada sisi elpiji, pemerintah didorong mengubah skema subsidi dari yang semula berbasis kepada komoditas menjadi berbasis penerima. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan, dari 50,2 juta rumah tangga yang menerima program subsidi elpiji, sekitar 32% rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah hanya menikmati 22% dari subsidi elpiji, sementara 86% dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu. 

"Hal ini terjadi karena tabung elpiji subsidi diperjualbelikan bebas dipasaran bersamaan dengan elpiji nonsubsidi dengan selisih harga yang jauh, sehingga mayoritas rumah tangga menggunakan elpiji subsidi," terang Said. 

Sedangkan subsidi listrik justru diterima oleh kelompok yang tergolong mampu secara ekonomi. Ironisnya, kata Said, hanya 26% kelompok miskin dan rentan yang menikmati subsidi listrik. Hal ini terjadi karena sebagian rumah tangga kaya masih menggunakan konsumsi listrik 900 VA.

Jika dihitung secara nominal, rumah tangga miskin hanya menerima subsidi listrik Rp63.399 per bulan, sementara rumah tangga kaya menerima subsidi listrik Rp168.390 per bulan dengan merujuk tingkat konsumsi listrik bulanan dari golongan 900 VA.

"Hal serupa akan kita alami pada pertalite seiring dengan gap harga yang cukup jauh antara pertalite dengan pertamax. Migrasi konsumen pertamax ke pertalite akan berkonsekuensi beban subsidi pertalite meningkat," jelas Said. 

"Oleh sebab itu pemerintah perlu mengubah sasaran subsidi energi tertuju pada keluarga miskin, bukan komoditas. Secara perlahan alihkan mekanisme distribusi elpini subsidi dari penjualan terbuka menjadi semi tertutup dan integrasikan pemberian subsidi elpiji melalui data terpadu DTSK Kemensos, demikian juga para penerima subsidi listrik dan BBM, semua penerima subsidi listrik dan BBM terintegrasi datanya melalui DTSK Kemensos," tambahnya. 

Pemerintah juga dirasa perlu melakukan renegosiasi kontrak pembelian minyak bumi untuk mendapatkan harga yang lebih ekonomis. Selain itu, diperlukan pula upaya untuk mendorong peningkatan investasi pada sektor hulu migas agar hasil minyak bumi tidak bertumpu pada sumur-sumur lama yang sudah uzur, termasuk konsisten menjalankan target Refinery Development Master Plan, serta meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah hingga 2 juta barel per hari. 

"Kedisiplinan pada target ini perlu kita dapatkan mengingat tren kedepan sebagaimana trajektori energi yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM menunjukkan tren impor minyak mentah, BBM, elpiji dan Listrik ke depan terus meningkat," jelas Said. 

Selain itu, untuk mengurangi beban ketergantungan terhadap minyak bumi yang sedemikian besar, pemerintah juga dirasa perlu secara progresif menjalankan kebijakan konversi energi. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya