Jumat 13 Mei 2022, 20:04 WIB

Tangkis Kesimpangsiuran, RI Butuh Kebijakan Jangka Panjang Terkait CPO

Insi Nantika Jelita | Ekonomi
Tangkis Kesimpangsiuran, RI Butuh Kebijakan Jangka Panjang Terkait CPO

Antara/Budi Candra Setya
Petani mengumpulkan buah kelapa sawit di SUmatera Selatan

 

CENTER for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, simpang siur kebijakan perdagangan crude palm oil (CPO) dan produk turunannya yang berujung pelarangan ekspor, mencerminkan pemerintah belum memiliki visi yang jelas terhadap perdagangan komoditas tersebut. 

Indonesia membutuhkan kebijakan dan visi jangka panjang yang mampu mengakomodir dinamika permintaan CPO domestik dan global yang diperkirakan akan terus meningkat.rda

"Hal ini perlu menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan minyak goreng, biodiesel, dan oleokimia serta peran Indonesia sebagai eksportir terbesar CPO ke pasar global” tegas Kepala Penelitian CIPS Felippa Ann Amanta dalam rilisnya, Jumat (13/5).

Ia mengatakan, kesimpangsiuran juga memunculkan ketidakpastian yang berdampak pada persepsi atas iklim investasi di Indonesia. Padahal pemerintah sendiri kini tengah menggalakkan berbagai upaya untuk membuat pasar Indonesia menarik untuk investor, salah satunya lewat UU Cipta Kerja.

“Kesimpangsiuran ini menjadi kontraproduktif dengan tujuan untuk mendatangkan investasi dan memulihkan ekonomi,” tuding Felippa.

Ia berpandangan pelarangan ekspor berdampak luar biasa pada reputasi Indonesia di dunia internasional. 

Baca juga : BI Pastikan Sistem Keuangan Nasional Tetap Terjaga

Menurutnya, kebijakan yang reaktif dan kerap berubah-ubah soal CPO dapat melemahkan sentimen kepercayaan global terhadap Indonesia sebagai mitra dagang.

Misalnya saja, sebelum ada pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya, Indonesia juga melarang ekspor batu bara pada Januari 2022. Kebijakan ini berdampak pada harga komoditas-komoditas tersebut di pasar internasional dan berdampak pada industri pengguna bahan baku tersebut.

Felippa meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut, serta mulai memikirkan strategi jangka panjang untuk memenuhi permintaan yang meningkat secara berkelanjutan

Data Indeks Bulanan Rumah Tangga (BuRT) CIPS menunjukkan, harga minyak goreng masih terpantau tinggi. Pada Desember 2021, harganya mencapai Rp20.667 per liter. Harga kemudian turun menjadi Rp19.555 dan Rp14.000 di Januari dan Februari tahun ini. 

Harga Rp14.000 didapat karena penerapan harga eceran tertinggi (HET) oleh pemerintah. Pencabutan HET membuat harga kembali ke kisaran Rp18.505 dan semakin melambung mencapai Rp26.360 di April. (OL-7)

Baca Juga

Ist

ICO 2023 Vol. 2: Memetakan Dinamika Politik Melalui Media Sosial dan Strategi Brand          

👤Media Indonesia 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 15:49 WIB
Usman Kansong menegaskan bahwa media sosial telah muncul sebagai alat yang sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik terutama dalam...
MI/M Taufan SP Bustan.

Wapres Resmikan Kawasan Pangan Nusantara di Sulteng

👤Mitha Meinansi 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 15:03 WIB
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin meresmikan Kawasan Pangan Nusantara (KPN) di Sulawesi Tengah sebagai penyangga kebutuhan Ibu Kota Negara...
Ist

Anak Usaha ABM Investama Raih Delapan Penghargaan di GMP Award 2023

👤Media Indonesia 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 14:34 WIB
Penghargaan diberikan karena komitmen kedua perusahaan dalam menerapkan kaidah pertambangan dan pengelolaan lingkungan yang baik, serta...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya