Komunitas Otomotif Tak Keberatan Pertamax Naik

Mediaindonesia.com
03/2/2022 08:47
Komunitas Otomotif Tak Keberatan Pertamax Naik
Petugas SPBU mengisik bahan bakar minyak Pertalite di SPBU, Menteng, Jakarta.( MI/ Moh Irfan)

KOMUNITAS otomotif mengaku tak keberatan, jika Pertamina menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax series. Apalagi, dibandingkan SPBU swasta seperti Shell, BUMN energi tersebut hampir dua tahun tak pernah menaikkan harga BBM RON 92. 

“Saya setuju harga naik. Tapi kalau memungkinkan, harganya agar masih lebih rendah dibandingkan SPBU swasta,” kata Humas Club Ayla Indonesia (CAI) Adjie Sambogo di Jakarta, Kamis (3/2).

Menurut Adjie, kenaikan harga tidak akan berpengaruh terhadap konsumsi Pertamax. Pasalnya, lanjut dia, konsumen tentu membandingkan dengan harga RON sejenis yang dijual di SPBU swasta.

“Makanya, kami masih akan tetap menggunakan Pertamax. Asalkan itu tadi, tidak melonjak tajam dan tidak lebih tinggi dibandingkan SPBU asing,” imbuhnya.  

Adjie menambahkan, penggunaan Pertamax memang menjadi kebutuhan. Termasuk untuk menjaga performa mesin.

Baca juga : Pertamina dan AKR Corporindo Belum Setor Pajak Bahan Bakar Rp2 T

Selain itu, juga karena RON 92 merupakan BBM yang dianjurkan oleh industri otomotif. “Jadi selain karena kebutuhan, juga karena mesin memang membutuhkan RON 92 seperti rekomendasi pabrikan,” kata dia. 

Tidak seperti SPBU asing yang beberapa kali menaikkan harga sejak pandemi Covid-19 Pertamina memang tetap menjaga harga jual BBM jenis Pertamax.

Sepanjang 2021 misalnya, Shell termonitor lima kali menaikkan harga BBM, yaitu pada April, Juli, Oktober, November, dan Desember.

Saat ini, Shell menjual Super (RON 92) Rp12.040 per liter. Begitu juga Vivo, juga menjual Revvo 92 seharga Rp11.900 per liter. Harga kedua SPBU tersebut jauh di atas Pertamax yang dijual Pertamina, yaitu Rp9.000 per liter.

Kenaikan harga BBM di berbagai SPBU swasta, memang dipicu melonjaknya harga minyak dunia sejak awal pandemi. Minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) misalnya, sudah menyentuh harga USD  87,81 per barel.

Sedangkan jenis Brent sudah pada level USD 90,95 per barel. Padahal, saat April 2020, harga WTI negatif yaitu pada (–USD37,63) per barel. Sedangkan Brent, ketika itu berada pada titik USD21 per barel. 

Dalam konteks itulah Adjie sependapat, jika harga Pertamax terus bertahan, bisa jadi malah menambah beban Pertamina. Dan pada akhirnya, yang terimbas adalah masyarakat juga. Termasuk berkurangnya kontribusi BUMN tersebut saat pandemi Covid-19.

“Apalagi saat Covid, kan bantuan BUMN seperti Pertamina, yang besar. Jadi saya setuju kalau harga dinaikkan,” pungkasnya. (RP/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya