Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
DIREKTUR Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mendukung rencana pemerintah soal penyesuaian tarif listrik atau tariff adjustment untuk golongan nonsubsidi pada tahun ini.
Dia mengatakan, yang mau diterapkan pemerintah adalah tariff adjustment yang dibekukan sejak 2017-2018. Kenaikan tarif ini berdasarkan perubahan faktor-faktor biaya pembentuk biaya, seperti dari pokok pembangkitan.
"Menurut saya rencana ini sudah tepat soal penerapan tariff adjustment untuk golongan tarif yang tidak disubsidi karena memang ada kenaikan biaya di sisi pembangkitan," jelasnya kepada wartawan, Selasa (18/1)
Dia menyebut, penetapan tariff adjutment berdasarkan faktor inflasi, nilai tukar dan harga minyak. Penyesuaian itu dihitung berdasarkan perubahan Biaya Pokok Penyediaan tenaga listrik (BPP).
Baca juga : Ubah Pemberian Subsidi Listrik, Pelanggan Bakal Dapat Voucher
"Lalu harga energi primer untuk PLN juga berubah. Setahun terakhir PLN praktis bayar batu bara lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Ini harus diperhatikan pemerintah," ungkapnya
Dihubungi Terpisah, Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyampaikan, kenaikan tarif listrik untuk 13 golongan nonsubsidi sebaiknya tidak dilakukan pada dua triwulan pertama 2022.
Menurutnya, di triwulan I tahun ini ada dorongan inflasi dari kenaikan harga pangan seperti minyak goreng, telur dan lainnya. Kemudian, di triwulan II kebutuhan masyarakat akan tergerus selama ramadhan dan lebaran.
"Kalau kita menerapkan tarif listrik ini di triwulan I atau II akan memberikan implikasi kepada inflasi yang cukup tinggi dan pada akhirnya memengaruhi daya beli masyarakat signifikan. Triwulan III bisa dikejar rencana ini," ucapnya. (OL-7)
DANY Rodrick, seorang guru besar dan ekonom terkenal dari International Political Economy at Harvard Kennedy School
Kebijakan tarif terbaru ini dijadwalkan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
Kebijakan Donald Trump ini akan berlaku mulai 7 Agustus dan bertujuan mengubah sistem perdagangan internasional demi kepentingan ekonomi nasional Amerika Serikat.
Kebijakan tarif tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan menjadi salah satu tarif terendah yang diberikan AS untuk negara di kawasan Asia Tenggara.
Kebijakan tarif sebesar 32% yang diterapkan secara resiprokal oleh pemerintah AS tentu akan berdampak terhadap daya saing produk Indonesia, khususnya komoditas ekspor unggulan.
Pemerintah memastikan bakal memakai sisa waktu yang ada untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat perihal tarif. Negosiasi akan dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved