Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Single Identity Number (SIN) Pajak Mampu Cegah Tindak Korupsi

Mediaindonesia.com
14/12/2021 14:24
Single Identity Number (SIN) Pajak Mampu Cegah Tindak Korupsi
Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo (kiri) pada webinar yang digelar Pusaka, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH).(Ist)

INDONESIA adalah negara yang menganut paham kesejahteraan. Untuk mencapai kesejahteraan tersebut diperlukan APBN, yang sumber pendanaan utamanya dari perpajakan.

Indonesia akan mencapai puncak kesejahteraan sesuai cita-cita founding fathers jika tidak terdapat korupsi.

Namun data korupsi yang tercatat sudah cukup banyak. Korupsi merupakan fenomena gunung es, sehingga tidak akan dapat terbayangkan seberapa banyak korupsi di Indonesia.

Untuk mengatasi persoalan itu, mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo menyebut peran penting konsep SIN (single identity number) Pajak sebagai cara strategis untuk memaksimalkan penerimaan pajak dan mencegah praktik korupsi. 

“SIN Pajak adalah sebuah sistem yang menghubungkan semua pihak di Indonesia untuk wajib saling membuka dan menyambung sistemnya ke sebuah sistem pajak, termasuk yang rahasia,” ujar Hadi dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi dan Anti Korupsi (Pusaka) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Selasa (14/12). 

Menurut Hadi, data pada sistem yang saling terhubung tersebut dengan e-audit menggunakan konsep link and match SIN Pajak.

Otoritas perpajakan akan dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan. SIN Pajak mampu menyediakan data wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya. 

Bahkan, lanjutnya, SIN Pajak mampu memetakan sumber uang atau harta baik dari sumber legal maupun ilegal yang merupakan pintu masuk tindakan korupsi.

SIN Pajak akan bekerja seolah-olah CCTV yang akan mengawasi seluruh transaksi keuangan sehingga menciptakan digitalisasi transparansi. 

Hadi juga mengatakan bahwa SIN Pajak menjadi sebuah sistem yang paling sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang menginginkan pemberantasan korupsi dengan menggunakan konsep digitalisasi dan transparansi.

“SIN Pajak saat ini telah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang KUP, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 35A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 35A diatur mengenai SIN Pajak, yang menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada otoritas perpajakan,” jelasnya.

Era tersebut disebutnya memberi kewajiban semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib untuk saling membuka dan menyambung sistem ke pajak yang nonrahasia baik yang finansial/non finansial ke otoritas perpajakan.

Kendati masih adanya beberapa hambatan terkait masih diperbolehkannya rahasia pada UU lain, seperti UU mengenai perbankan.

Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan Perpu 1/2017 yang mengatur secara khusus akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam rangka memenuhi komitmen AEOI.

Perpu tersebut kemudian pada 23 Agustus 2017 disahkan lembaga legislatif melalui UU 9/2017. 

UU itu, kata dia, secara legal formal menggugurkan ketentuan kerahasiaan dalam beberapa UU, antara lain UU tentang perbankan.

Dengan begitu, semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain, wajib untuk membuka dan terhubung ke dalam sistem perpajakan, baik data yang bersifat rahasia maupun non rahasia dan data finansial maupun non-finansial.

Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagaimana diatur dalam Pasal 35A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 akan menjadi bahan dalam melakukan audit baik audit perpajakan maupun audit korupsi. 

SIN Pajak dipandang menjadi perwujudan digitalisasi transparansi akan bekerja melakukan audit secara elektronik (e-audit) dengan konsep link and match.

"Jika dilihat dalam konteks kasus korupsi, jelasnya, uang atau harta baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam ttiga sektor, yaitu konsumi, investasi, dan tabungan," jelasnya. 

Dalam konsep SIN Pajak, tiga sektor tersebut wajib memberikan data dan terhubung secara sistem dengan sistem perpajakan. artinya uang dari sumber yang legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara sempurna dalam sistem perpajakan.  

“Artinya tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh Wajib Pajak. Dalam penanganan kasus korupsi dikenal pembuktian terbalik, sehingga Wajib Pajak yang melaporkan SPT secara tidak benar akan diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa hartanya diperoleh secara legal," tuturnya.

"Hal tersebut akan membuat Wajib Pajak akan berpikir ulang untuk melakukan sebuah perolehan harta secara ilegal. Dengan SIN Pajak, pada awalnya Wajib Pajak akan dipaksa untuk jujur, namun keterpaksaan tersebut lambat laun diyakini akan berubah menjadi sebuah budaya jujur,” kata Hadi.

Namun meskipun secara de jure SIN Pajak ini telah memiliki landasan yang kuat, namun secara de facto SIN Pajak ini belum dapat terlaksana.

Sejumlah kendala membangun SIN antara lain ketentuan UU yang diduga belum lurus terkait dengan akses otoritas perpajakan terhadap transaksi keuangan. Inkonsistensi regulasi diduga menjadi salah satu penyebabnya.
 
“Padahal jika kita tengok lagi sejarah Indonesia, konsep ini telah diperkenalkan berpuluh tahun sebelumnya. Tidak banyak orang yang tahu bahwa konseptor awal transparansi perpajakan ini adalah founding father kita, yaitu Bung Karno,” pungkasnya. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik