Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
MEMASUKI pekan pertama di bulan November, pelaku pasar mencermati rilis data PMI Manufaktur dan Inflasi bulan Oktober yang dinilai cukup krusial untuk mengukur pemulihan ekonomi pasca pembukaan aktivitas dimana penyebaran varian delta virus corona memberikan tekanan pada aktivitas bisnis di sepanjang kuartal III 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian Indonesia pada kuartal III-2021 akan tumbuh 4,5%. Lalu pada kuartal IV 2021 akan lebih tinggi menjadi 5,4%.
Sehingga secara keseluruhan di tahun 2021, perekonomian nasional tumbuh 4%. Proyeksi ini berlawanan dengan proyeksi dari Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) dan International Monetary Fund (IMF) terhadap perekonomian Indonesia yang memproyeksikan pertumbuhan lebih lambat.
OECD memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 hanya akan tumbuh sebesar 3,7%, sementara IMF memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,2%.
Sri Mulyani menegaskan proyeksi dari dua lembaga tersebut terlalu rendah untuk kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Sebab meskipun pada kuartal III 2021 terdapat tekanan dari penyebaran varian delta, namun pemerintah mampu mengendalikan dalam waktu singkat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai akan mendorong dan mendukung pemulihan ekonomi tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan naiknya belanja negara hingga 60%. Selain itu kenaikan harga komoditas juga turut membantu pemerintah untuk mengaktifkan kembali roda perekonomian. Kondisi korporasi juga mulai membaik dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.
"Pekan ini akan menjadi pekan yang cukup menantang. Sebab rilis inflasi Indonesia dinanti apakah mengalami kenaikan atau tidak. Inflasi yang masih berjibaku di level 1,3% - 1 6% sendiri membutuhkan dorongan, khususnya inflasi inti yang masih berada di bawah 1,5%," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Senin (1/11).
Harapannya tentu inflasi naik agar tingkat konsumsi juga meningkat Sejauh mana data ekonomi Indonesia hari ini mampu menggembirakan pasar, sejauh itu pula pasar akan bergerak dan mencoba untuk kembali menembus level 6.600.
Konsistensi jelas harus dimiliki oleh IHSG apabila ingin mencoba untuk melewati 6.600, tidak mudah memang, namun bukan sesuatu yang mustahil untuk terjadi.
"Inflasi sendiri diperkirakan akan naik, meski masih dalam rentang terbatas," kat Nico.
Pertemuan Bank Sentral mulai dari Australia, Amerika, hingga Inggris akan berlangsung pekan ini. The Fed akan mencuri perhatian karena memiliki dampak terbesar bagi pergerakan pasar.
"Kemungkinan The Fed untuk Taper Tantrum pun akan kian semakin besar dengan tingkat probabilitas 70%, dimana inflasi tidak kunjung turun yang membuat potensi kenaikan tingkat suku bunga pada tahun 2022 mendatang semakin meningkat," kata Nico. (Try/E-1)
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
LEMBAGA Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga acuan, BI Rate
Gigih mengatakan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei silam, perekonomian Jatim pada Triwulan I-2025 tumbuh sebesar 5,00%.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai inflasi yang rendah hingga terjadinya deflasi berulang merupakan indikasi negatif bagi perekonomian Indonesia.
KAD ini menurutnya untuk menjaga stabilitas pasokan khususnya untuk cabai dan bawang merah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di April 2025 yang mengalami inflasi 1,17%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved