Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Harga Batu Bara Hantam Industri, Muncul Ancaman Pengangguran Baru

Mediaindonesia.com
19/10/2021 13:47
Harga Batu Bara Hantam Industri, Muncul Ancaman Pengangguran Baru
Melihat harga batu bara seperti itu, dikhawatirkan semakin banyak industri yang mengurangi kapasitas produksi.(Antara/Makna Zaezar.)

HARGA batu bara yang tak terkendali mulai mengancam beberapa industri Tanah Air. Jika tidak ditangani dengan benar, batu bara akan membuat efek yang berkesinambungan mulai dari industri kolaps sampai bermunculan pengangguran.  

Pemerintah harus segera melakukan intervensi guna menyelamatkan sejumlah industri yang mengonsumsi batu bara dalam kegiatan operasional. Hal ini seiring dengan harga batu bara yang meroket hingga di atas US$200 per metrik ton.

Sejumlah industri yang terkena pukulan tingginya harga batu bara membuat kegiatan operasional tidak bisa lagi berjalan maksimal. Bahkan, ada yang menurunkan kapasitas produksinya.  Industri tersebut di antaranya semen, tekstil, kertas, pupuk, hingga industri pengolahan dan pemurnian, serta industri kimia lain. 

"Pemerintah harus menetapkan selling price, harga maksimum batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO batu bara). Persyaratannya juga harus dicantumkan. Misalnya harus bayar tunai atau kredit dengan tenor berapa lama," ujar Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Selasa (19/10).

Harga yang begitu tinggi dikhawatirkan membuat pengusaha batu bara nasional jor-joran ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dari data yang ada, tercatat pada Rabu (6/10), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat mencapai US$236 per ton, anjlok 15,71% dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai US$280 per ton. Meski anjlok, tetap saja harganya masih membubung di atas US$200 per ton, tertinggi bahkan setidaknya sejak 2008.

Melihat harga batu bara seperti itu, Jemmy khawatir semakin banyak industri yang mengurangi kapasitas produksi, bahkan ada tanda-tanda sejumlah industri akan menutup usaha. "Kalau ini terjadi ujung-ujungnya karyawan akan dirumahkan lagi. Kami berharap hal tersebut tidak terjadi," ujarnya.

Karena itu, Jemmy meminta kepada produsen batu bara agar memperhatikan kebutuhan batu bara dalam negeri. Pasalnya, jika dibandingkan untuk ekspor, kebutuhan DMO batu bara terbilang kecil, hanya 25%. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi, industri tekstil dan industri lain bisa beroperasi secara full atau maksimal. "Intervensi pemerintah dengan selling price akan membuat pelaku industri mempunyai panduan atau patokan harga untuk DMO batu bara sehingga mereka bisa berhitung untuk keperluan ongkos produksinya," tandasnya. 

Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan sinyalemen bahwa kenaikan harga batu bara justru bisa menjadi bumerang bagi industri dalam negeri. Pasalnya, ongkos yang harus dikeluarkan industri untuk sumber energinya akan menjadi lebih besar dari biasanya.

Namun, di sisi lain tren kenaikan harga batu bara ini bisa menjadi berkah bagi Indonesia karena bisa meningkatkan penerimaan negara. "Yang menjadi tantangan yaitu batu bara di dalam negeri tetap kompetitif. Artinya, jika harganya terlalu tinggi industri dalam negeri akan kesulitan memperoleh energi karena terlalu mahal," ujarnya.

Karena itu, Airlangga menekankan perlu keseimbangan antarsektor agar industri tidak dirugikan dari lonjakan harga batu bara. "Kita harus mendorong keseimbangan antarsektor tersebut," tandasnya.

Baca juga: Erick Thohir: Transformasi BUMN Hasilkan Lonjakan Laba Bersih 356 Persen

Namun, pernyataan Menko Perekonomian tersebut masih sebatas wacana. Pasalnya, hingga saat ini, pemerintah belum mengambil langkah-langkah strategis guna meredam gejolak kepanikan industri-industri dalam negeri akibat tingginya harga batu bara. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya