Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
HARGA batu bara yang tak terkendali mulai mengancam beberapa industri Tanah Air. Jika tidak ditangani dengan benar, batu bara akan membuat efek yang berkesinambungan mulai dari industri kolaps sampai bermunculan pengangguran.
Pemerintah harus segera melakukan intervensi guna menyelamatkan sejumlah industri yang mengonsumsi batu bara dalam kegiatan operasional. Hal ini seiring dengan harga batu bara yang meroket hingga di atas US$200 per metrik ton.
Sejumlah industri yang terkena pukulan tingginya harga batu bara membuat kegiatan operasional tidak bisa lagi berjalan maksimal. Bahkan, ada yang menurunkan kapasitas produksinya. Industri tersebut di antaranya semen, tekstil, kertas, pupuk, hingga industri pengolahan dan pemurnian, serta industri kimia lain.
"Pemerintah harus menetapkan selling price, harga maksimum batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO batu bara). Persyaratannya juga harus dicantumkan. Misalnya harus bayar tunai atau kredit dengan tenor berapa lama," ujar Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Selasa (19/10).
Harga yang begitu tinggi dikhawatirkan membuat pengusaha batu bara nasional jor-joran ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dari data yang ada, tercatat pada Rabu (6/10), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat mencapai US$236 per ton, anjlok 15,71% dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai US$280 per ton. Meski anjlok, tetap saja harganya masih membubung di atas US$200 per ton, tertinggi bahkan setidaknya sejak 2008.
Melihat harga batu bara seperti itu, Jemmy khawatir semakin banyak industri yang mengurangi kapasitas produksi, bahkan ada tanda-tanda sejumlah industri akan menutup usaha. "Kalau ini terjadi ujung-ujungnya karyawan akan dirumahkan lagi. Kami berharap hal tersebut tidak terjadi," ujarnya.
Karena itu, Jemmy meminta kepada produsen batu bara agar memperhatikan kebutuhan batu bara dalam negeri. Pasalnya, jika dibandingkan untuk ekspor, kebutuhan DMO batu bara terbilang kecil, hanya 25%. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi, industri tekstil dan industri lain bisa beroperasi secara full atau maksimal. "Intervensi pemerintah dengan selling price akan membuat pelaku industri mempunyai panduan atau patokan harga untuk DMO batu bara sehingga mereka bisa berhitung untuk keperluan ongkos produksinya," tandasnya.
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan sinyalemen bahwa kenaikan harga batu bara justru bisa menjadi bumerang bagi industri dalam negeri. Pasalnya, ongkos yang harus dikeluarkan industri untuk sumber energinya akan menjadi lebih besar dari biasanya.
Namun, di sisi lain tren kenaikan harga batu bara ini bisa menjadi berkah bagi Indonesia karena bisa meningkatkan penerimaan negara. "Yang menjadi tantangan yaitu batu bara di dalam negeri tetap kompetitif. Artinya, jika harganya terlalu tinggi industri dalam negeri akan kesulitan memperoleh energi karena terlalu mahal," ujarnya.
Karena itu, Airlangga menekankan perlu keseimbangan antarsektor agar industri tidak dirugikan dari lonjakan harga batu bara. "Kita harus mendorong keseimbangan antarsektor tersebut," tandasnya.
Baca juga: Erick Thohir: Transformasi BUMN Hasilkan Lonjakan Laba Bersih 356 Persen
Namun, pernyataan Menko Perekonomian tersebut masih sebatas wacana. Pasalnya, hingga saat ini, pemerintah belum mengambil langkah-langkah strategis guna meredam gejolak kepanikan industri-industri dalam negeri akibat tingginya harga batu bara. (RO/OL-14)
Kementerian ESDMĀ mencatat produksi batu bara dari Januari hingga Juni 2025 mencapai 357,6 juta ton. Angka tersebut setara 48,34% dari target 2025 sebesar 739,7 juta ton.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah menargetkan total investasi sebesar Rp13.000 triliun pada periode 2025-2029.
PT TBS Energi Utama membukukan pendapatan konsolidasian sebesar US$172,2 juta. Angka itu lebih rendah dibandingkah periode yang sama di tahun sebelumnya.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot, mengatakan bahwa sejak 2020, Indonesia sudah memastikan diri untuk menjalankan program hilirisasiĀ dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
Perusahaan tetap menjalankan strategi efisiensi biaya dan optimalisasi kontrak residual dari sektor perdagangan dan jasa batu bara.
AKTIVITAS distribusi ekspor batubara dari dan ke Pelabuhan Bunati, Kalimantan Selatan (Kalsel) terhambat akibat adanya pendangkalan dalam beberapa waktu terakhir.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved