Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kemampuan Bulog Serap Panen Petani Dipertanyakan

Ant
25/3/2021 23:23
Kemampuan Bulog Serap Panen Petani Dipertanyakan
Dedi Mulyadi(Dok DPR)

DPR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik kinerja Perum Bulog di bawah kepemimpinan Budi Waseso. 

Pasalnya, Bulog dinilai gagal dalam melakukan tugasnya menyerap gabah dari petani dan menyalurkan beras. 
Ketidakmampuan Bulog dalam menyerap gabah di tingkat petani, sangat mempengaruhi kesejahteraan para petani lokal. 

Menurut anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, ketidakmampuan untuk menyalurkan cadangan beras sudah tentu berpotensi menimbulkan kerugian negara. 

Atas dasar itu, ia mendesak untuk segera dilakukan audit kinerja terhadap Bulog. Jika terdapat kerugian keuangan negara perusahan plat merah maka harus ditindaklanjuti.

"Kita serahkan ke hasil pemeriksaan BPK. Tapi memang semua BUMN kan memang harus diaudit," ujarnya, Kamis (25/3).


Dia menyebut, jika ada sebanyak 300 ribu ton beras yang gagal jual, kemudian harga per kilo sekitar Rp8.000, maka potensi kerugian sudah mencapai Rp2,4 triliun.

"Makanya jangan ulangi kesalahan yang sama. Itu bukan uang APBN, tapi utang bank dengan kredit komersial. Harus benar-benar dihitung dengan baik," tandasnya.


Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV, Dedi Mulyadi mengungkap sejumlah dosa besar Bulog terhadap sektor pangan dalam negeri. Kegagalan Bulog menyerap gabah menjadikan para petani harus menjual hasilnya kepada para tengkulak.

"Sehingga ada titik waktu bagi para petani kecil yang memiliki kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi.

Selain itu, daya serap Bulog juga tergolong rendah. Tak sampai di situ. Kerap kali harga beli Bulog juga lebih rendah dari tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp3.800 per kilogram.

Bulog juga tidak mampu menjual beras ke pasaran. Alhasil, beras-beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk. Hal itu juga berbarengan dengan tidak adanya teknologi yang apik untuk menyimpan. 

Dedi beranggapan bahwa saat ini Bulog dalam posisi yang membingungkan. 

Satu sisi tidak bisa membeli beras, di sisi lain tidak bisa menyalurkan beras. Sementara wacana impor beras terus bergulir. Bahkan, sampai dengan saat ini masih ada beras  sisa impor 2018 yang belum tersalurkan. 

"Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga," tandasnya.

Adapun anggota Komisi VI DPR RI, Mukhtarudin menegaskan bahwa persoalan pangan tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, wacana impor beras yang dilontarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) tentu bukan tanpa dasar dan perhitungan yang jelas. 

"Bicara hulu, serapan Bulog rendah kok selama ini. Bicara hilirnya pun demikian harga jual Bulog kurang bagus. Stok beras saat ini 800 ribu ton, dimana 500 ribu tonnya saat ini cadangan, ditambah 300 ribu ton hasil import 2018, tentunya mutu berasnya pun kurang baik," tandasnya.

Di sisi lain, Ombudsman RI juga menyoroti hal yang sama. Sebab ada stok beras yang tidak tersalurkan sehingga bisa menimbulkan kerugian negara.

"Sebanyak 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jika setengahnya saja tidak layak konsumsi maka negara berpotensi mengalami kerugian Rp1,25 triliun," ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Ditegaskan, Bulog memiliki kewajiban untuk menyerap beras dari petani. Namun demikian tidak memiliki kuasa untuk menjual kembali. 

Sebaliknya, Dirut Bulog, Budi Waseso mengungkapkan kegalauan karena saat ini Bulog tak lagi memiliki tugas untuk menyalurkan beras dalam bantuan sosial yang jumlahnya mencapai 2,6 juta per tahun. Akibatnya, Bulog kehilangan pasar dan menyimpan beras dalam waktu lama. Beras sisa impor 2018 masih tersedia di gudang Bulog.

Buwas mengungkapkan, biaya penyerapan gabah beserta perawatannya menggunakan pinjaman kredit komersial dari perbankan. Biaya itu terus membengkak. Dia mengaku beras stok CBP yang tersimpan di gudang tak bisa leluasa digunakan oleh Bulog.

Bulog kini juga terbebani oleh utang perbankan. Saat ini, perusahaan plat merah ini bahkan harus membayar bunga utang hingga Rp282 miliar. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya