Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Penguasaan Frekuensi bisa Jadi Bahan Pertimbangan KPPU

Mediaindonesia.com
18/3/2021 20:00
Penguasaan Frekuensi bisa Jadi Bahan Pertimbangan KPPU
Petugas sedang memeriksa posisi BTS perusahaa telekomunikasi.(Antara/Ujang Zaelani)

PEMERINTAH  membuka peluang adanya penggabungan atau pengalihan frekuensi yang dimiliki oleh pengelola atau operator telekomunikasi. 

Hal itu tercantum dalam pasal 55 Peraturan Pemerintah (PP) 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar). 

Berdasarkan aturan itu, pelaku usaha telekomunikasi bisa mengalihkan atau menggabungkan frekuensi yang dimilikinya bila akan melakukan aksi korporasi. Seperti PT Indosat Tbk dam Hutchinson 3 Indonesia (Tri) yang sedang melakukan penjajakan merger.  

Menanggapi beleid yang baru keluar itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai penguasaan frekuensi dapat menjadi bahan perhitungan atau pertimbangan untuk mengkaji apakah telah terjadi persaingan usaha tidak sehat di sektor telekomunikasi. 

"Jadi pertimbangannya tidak semata-mata jumlah pelanggan lagi dalam perhitungan penguasaan pasar. Penguasaan frekuensi yang kini dapat dianggap sebagai aset sebuah perusahaan juga dapat menjadi dasar perhitungan," kata Ketua KPPU Kodrat Wibowo saat dihubungi Kamis (18/3).

Ia mencontohkan penguasaan frekuensi itu seperti perusahaan perkebunan yang menguasai aset tanah. Tanah itu sendiri merupakan aset yang tetap dimiliki negara tapi dikuasakan oleh korporasi, dalam hal ini perusahaan perkebunan. Bila perusahaan perkebunan itu merger atau bergabung maka luasan kebun yang dikuasai menjadi dasar perhitungan aset.

"Jadi frekuensi itu sekarang dianggap sebagai aset, sama seperti tanah di perusahaan perkebunan. Bila ada penggabungan berarti penguasaan aset secara total menjadi bertambah," ujarnya.

Saat ini merujuk data yang ada, bila terjadi penggabungan antara Indosat dan Tri, jumlah penggunanya mencaapai 96 juta pelanggan. Jumlah ini sekitar 56% dari pengguna  Telkomsel yang 170 juta. Namun frekuensi yang dimiliki oleh hasil penggabungan dua operator telekomunikasi itu hampir menyamai frekuensi yang dimiliki Telkomsel. 

Terkait hal itu, Kodrat menyatakan pihaknya belum bisa melakukan perhitungan secara detil. Sebab merger belum terlaksana dan KPPU tidak bisa masuk di proses awal. 

"Saat ini Indosat atau Tri yang kabarnya mau bergabung itu belum menyampaikan apa-apa kepada kami. Namun bila mereka ingin konsultasi kepada kami, silahkan saja," ujarnya. 

Sebelumnya masalah pengalihan frekuensi ini pernah disuarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 

Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenkominfo Adis Alifiawan mengatakan rencana pengalihan itu  tetap harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika, sebagai regulator. 

"Jadi tidak dilepas begitu saja. Karena antara dua perusahaan ada kecocokan, mereka langsung bisa membuat kesepakatan untuk melakukan pengalihan? Tidak seperti itu. Mereka harus minta persetujuan pemerintah," kata Adis Alifiawan.

Direktur Eksekutif ICT Institute sekaligus pengamat telekomunikasi Heru Sutadi juga pernah menyatakan aturan itu membuat pemerintah memiliki kontrol penuh atas frekuensi. 
"Karena masih ada evaluasi maka tidak sembarangan pengalihan frekuensi bisa dilakukan dan juga kerja sama pengguna frekuensi diimplementasikan," ujar Heru.  

Evaluasi harus dilakukan dengan parameter yang jelas, termasuk persaingan usaha yang sehat. "KPPU bisa terlibat dan dilibatkan dalam hal ini," tandas Heru. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya