Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
ANGGOTA Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mempertanyakan urgensi impor beras oleh Indonesia, di saat produksi beras nasional surplus.
“Apa urgensi impor beras dan kebutuhan mendesaknya. Berapa kebutuhan beras nasional sehingga pemerintah memilih mengimpor beras,” kata Baidowi, dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (17/3).
Dia meminta Kementerian Perdagangan mengungkapkan secara transparan, akan data valid tentang ketersediaan dan pasokan dari beras petani dalam negeri, serta kebutuhan beras di dalam negeri. Dia meminta Kementerian Perdagangan agar jangan terburu-buru mengeluarkan izin impor beras.
“Artinya data komoditas pangan Indonesia masih semrawut, sehingga impor yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Untuk itu, Pemerintah harus membuat data tunggal tentang ketersediaan pangan dan pasokan dari petani dalam negeri. Mengedepankan ego sektoral harus dihindari,” kata Baidowi.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono mengklaim produksi beras nasional akan surplus 12,56 juta ton hingga akhir Mei 2021 karena petani memasuki masa panen raya.
Pada awal Maret, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis secara resmi angka tetap produksi padi di Indonesia. Produksi padi pada 2020 sebesar 54,65 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 45,17 ribu ton atau 0,08 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 54,60 juta ton GKG.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2020 sebesar 31,33 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 21,46 ribu ton atau 0,07 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 31,31 juta ton.
Sementara itu, potensi produksi periode Januari–April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton beras atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada subround yang sama tahun lalu sebesar 11,46 juta ton.
Berdasarkan data Perum Bulog, hingga 14 Maret 2021, di Gudang Bulog masih tersimpan 883.585 ton beras yang terdiri 859.877 ton stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial. Dari jumlah stok CBP itu ada 106.642 ton beras hasil impor 2018 yang telah mengalami penurunan mutu, sehingga harus dicampur (oplos) dengan beras baru agar bisa dikonsumsi.
Pada 2018 Bulog mengimpor 1.785.450 ton yang sebagian masih tersisa saat ini dan ini membuktikan bahwa selama ini impor beras memang tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri.
Beras yang masih ada saat ini perlu segera disalurkan ke pasar dan masyarakat agar jumlah beras yang mengalami penurunan mutu tidak bertambah banyak.
“Beras impor tahun 2018 saja masih banyak dan terancam mengalami penurunan mutu akibat tidak diserap. Ke depan pola ini jangan dibiarkan, serap dulu stok yang ada, karena kalau mengalami penurunan mutu maka tak layak konsumsi sehingga negara rugi,” kata Baidowi.
Maka, dia menilai beras impor yang masuk akan menunjukkan anomali terhadap kegiatan produksi pangan, yang tidak berjalan maksimal.
“Untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, kami mendorong pemerintah lebih mengutamakan produksi dalam negeri. Semua potensi yang ada perlu dimaksimalkan, termasuk menggandeng instansi BUMN-BUMN pangan untuk semakin meningkatkan jumlah dan kualitas produksi,” kata Baidowi.
Sepakat, anggota Komisi IV DPR RI, Ema Umiyyatul Chusnah mengatakan rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah tidak tepat, karena kebutuhan beras dalam negeri saat ini masih mencukupi.
“Apalagi bulan Maret - April adalah musim panen raya di berbagai daerah di Indonesia,” kata Ema.
Komisi IV juga membantah klaim Kementerian Perdagangan yang menyebut impor beras tidak akan menjatuhkan harga gabah, karena kenyataannya berbeda dengan di lapangan. Hanya dengan wacana impor beras saja harga gabah di petani sudah jatuh di angka Rp 3.500 per kilogram bahkan ada yang lebih rendah.
Rencana Impor di tengah stok yang masih melimpah menunjukkan buruknya tata perencanaan dan kelola pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan mengenai perberasan.
“Data Kementerian Perdagangan berbeda dengan data Dirjen Tanaman Pangan dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian pertanian yang menyebut produksi dalam negeri masih mencukupi kebutuhan," jelasnya.
"Kami meminta sebaiknya pemerintah membuka data ke publik mengenai stok beras dan jumlah kebutuhan nasional, apakah impor dibutuhkan atau tidak. Sehingga publik dapat menilai dan pemerintah transparan dalam mengambil kebijakan,” kata Ema.
Sebelumnya Senin lalu (15/3), Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah berencana membuka keran impor beras. Namun dia menegaskan jumlahnya belum pasti satu ton. Sebab, kebutuhan impor beras harus merujuk pada dinamika stok dan harga di dalam negeri.
Rencana ini, kata Lutfi, sebenarnya untuk menambah stok beras Bulog atau disebut Iron Stok. Sehingga ketika stok menipis dan harga beras tinggi, Bulog telah memiliki cadangan beras. Impor tetap dilakukan pemerintah dengan alasan pengamanan pangan dan stabilitas harga beras di masa pandemi hingga 2021.
Lutfi menekankan kebijakan impor beras ini tidak akan menghancur harga gabah di tingkat petani.
“Percayalah tidak ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani terutama saat sedang panen raya," kata Lutfi. (Try/OL-09)
(Kementan) menyampaikan alasan harga pupuk dunia melonjak. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan hal itu terjadi akibat beberapa faktor
Salah satu upaya tertuang dalam acara Pelepasan Ekspor dan Business Matching pada kegiatan PADI 2025 di Agro Center Soropadan, Temanggung, Jawa Tengah.
Pemerintah menetapkan harga ayam ras hidup (livebird) minimum Rp18.000/kg berlaku nasional mulai 19 Juni 2025 untuk melindungi peternak dari kerugian.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Arief Cahyono, mengucapkan selamat atas terpilihnya Ketua Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) periode 2025–2028, Beledug Bantolo.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan swasembada pangan nasional melalui penguatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Kementan merumuskan lima langkah strategis bersama pelaku industri perunggasan, dengan didukung salah satunya oleh Komunitas Peternakan Unggas Nasional (KPUN).
Pendistribusian beras cadangan pangan pemerintah pusat telah diperiksa secara langsung guna memastikan kualitas harum, warna baik.
Pemerintah resmi mengubah klasifikasi penjualan beras dari sebelumnya berdasarkan kualitas (medium dan premium) menjadi dua kategori baru.
Total proyeksi produksi beras sampai Agustus dapat mencapai 24,96 juta ton, sementara total konsumsi beras Januari-Agustus membutuhkan 20,66 juta ton.
Inspeksi bersama KPPU Kanwil I Medan, Disperindag Sumut dan Bulog menemukan produsen beras premium berhenti beroperasi akibat ketiadaan bahan baku.
Hingga saat ini tidak ditemukan indikasi beras oplosan di wilayah Kabupaten Brebes, dan kondisi tersebut akan terus dijaga.
Petugas gabungan Satgas Pangan di sejumlah daerah di Jawa Tengah terlihat turun dan mendatangi pasar tradisional dan langsung melakukan pengecekan para pedagang dan distributor beras.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved