Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kebijakan Substitusi Impor untuk Industri Pengolahan Pasca Pandemi

Fetry Wuryasti
22/2/2021 20:18
Kebijakan Substitusi Impor untuk Industri Pengolahan Pasca Pandemi
Aktivitas pelabuhan untuk ekspor impor(Antara/Aditya Pradana Putra)

INDUSRI  pengolahan Indonesia sangat bergantung pada kebutuhan bahan baku, bahan penolong dan barang modal impor.

Hampir 90% dari nilai importasi Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada satu sisi hal ini dapat dipandang positif karena menunjukkan bahwa mayoritas importasi Indonesia digunakan untuk keperluan produktif dan bukan konusmtif.

Akan tetapi pada sisi lain hal ini menyebabkan perekonomian sulit tumbuh cepat, industri pengolahan rawan terhadap gejolak rantai pasok global, dan tekanan pada neraca perdagangan, neraca pembayaran dan nilai tukar rupiah.

"Kondisi ini cukup tergambar pada awal masa pandemi Covid-19 Maret-Juni 2020 lalu di mana guncangan pada rantai produksi global ikut menghambat sebagian industri domestik yang bergantung pada bahan baku impor, selain tentunya guncangan dari sisi permintaan," kata peneliti Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM FEB UI Mohamad D Revindo, melalui keterangan yang diterima, Senin (22/2).

PDB Indonesia sempat terkontraksi hingga 4,19% secara q-to-q pada triwulan II 2020. Pada triwulan III dan IV walaupun pertumbuhan sudah terjadi, secara qtq, dan yoy PDB masih minus 3,49% dan minus 2,19%.

Kinerja industri pengolahan juga tidak optimal karena masih berjalan dengan tingkat utilisasi di bawah biasanya. Menurut Menteri Perindustrian, dalam situasi normal sebelum pandemi rata-rata utilisasi industri nasional mencapai 75%.

Angka tersebut jatuh pada periode awal pandemi hingga 30-40%. Per awal September 2020, utilisasi sektor manufaktur secara nasional sudah mulai meningkat tetapi masih pada kisaran 55,3%.

"Disrupsi rantai pasok global ini justru dipandang sebagai momentum oleh pemerintah untuk meningkatkan rantai produksi domestik dan daya saing industri dalam negeri," kata Revindo.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mencanangkan substitusi impor bahan input. Pada akhir 2022, ditargetkan 35% barang input yang selama ini diimpor dapat disubstitusi dengan barang produksi dalam negeri.

Target tersebut diupayakan tercapai secara bertahap dengan 15% substitusi impor dicanangkan tercapai di akhir tahun 2021 ini.

Substitusi diarahkan untuk barang input demi mendorong penambahan nilai di sepanjang rantai produksi dari barang setengah jadi menjadi barang jadi. Untuk mencapai target ini diperkirakan terdapat total kebutuhan investasi sebesar Rp 197 triliun.

Dari total impor barang input Indonesia, porsi terbesar adalah untuk kebutuhan input industri peralatan listrik (19%), makanan (9%), komputer, barang elektronik dan optik (9%), tekstil (9%), kimia dan barang dari kimia (8%), karet dan plastik (7%) serta kendaraan bermotor (7%).

"Pada titik ini tentunya niat pemerintah meningkatkan nilai tambah domestik pada industri hulu tentunya layak diapresiasi. Meskipun demikian yang dapat diperdebatkan adalah strategi dan cara untuk mencapai target substitusi impor tersebut," kata Revindo.

Dia katakan ada dua pandangan besar tentang cara meningkatkan nilai tambah domestik. Pandangan pertama adalah dengan melakukan proteksi produsen dalam negeri terhadap barang impor, melalui kebijakan perdagangan baik hambatan tarif maupun non-tarif.

Pandangan kedua sebaliknya justru berargumen bahwa peningkatan nilai tambah domestik akan terjadi dengan perbaikan iklim investasi, yang salah satu komponennya adalah kemudahan ekspor dan impor.

"Dalam jangka pendek hingga 2022 tampaknya pemerintah Indonesia menempuh strategi yang pertama," kata Revindo. 

Untuk melakukan proteksi, studi Kementerian Perindustrian melaporkan bahwa instrumen kebijakan akan bergantung pada opsi non-tariff measures seperti persetujuan, perizinan, dan lartas (larangan dan batasan) impor.

Terdapat empat program utama yang direncanakan untuk mengakselerasi susbtitusi impor, yaitu Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), kebijakan harga gas, program hilirisasi mineral, dan program Bangga Buatan Indonesia. (Try/E-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya