Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) memastikan 650 ribu ton kedelai impor khusus untuk bahan baku tahu-tempe akan tiba pada Maret 2021, dari 2,6 juta ton yang akan direalisasikan sepanjang tahun ini.
“Stok kedelai pada akhir tahun 2020 sendiri sebanyak 411 ribu ton, perkiraan impor pada 2021 sebanyak 2,6 juta ton, hingga bulan Maret akan diimpor 650 ribu ton,” urai Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, 2,6 juta ton kedelai yang akan diimpor itu diperuntukkan bagi perajin tahu-tempe. Pasalnya, kenaikan harga kedelai telah membuat perajin tahu-tempe menjerit.
Pada November 2020 harga kedelai di distributor merangkak naik menjadi Rp7 ribu-Rp8 ribu/kg, kemudian Desember 2020 terus naik menjadi Rp8.500/kg, dan di Januari 2021 bertengger di Rp9.200/kg.
“Kami terus bekerja sama dengan stakeholder, terutama dengan Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan. Solusi yang diambil bersama adalah untuk 100 hari ke depan menurunkan harga kedelai di distributor menjadi Rp8.500/kg,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Sudin meminta pemerintah mengawal realisasi impor kedelai pada tahun ini yang secara keseluruhan mencapai lebih dari 5 juta ton. Bukan hanya untuk bahan baku tahu-tempe, kedelai impor itu juga untuk kebutuhan industri lainnya.
“Untuk tahu, tempe, industri tepung, dan lainnya, impor kedelai seluruhnya menjadi hampir 5 juta ton lebih. Khusus untuk tahu-tempe sendiri 2,6 juta ton,” ungkapnya.
Pelibatan Kementan
Di kesempatan berbeda, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Riyanto menyarankan pelibatan Kementan dalam penentuan lalu lintas impor pangan.
“Pihak yang lebih kompeten membuka keran impor, ya yang menangani produksi. Jadi berikan wewenang ke Kementan untuk memutuskan perlu impor atau tidak,” ujar Riyanto dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Kewenangan untuk memutuskan perlu-tidaknya impor bahan pangan, sambungnya, tidak bisa hanya ada di Kementerian Perdagangan. Tanpa mengetahui produksi riil, keputusan impor hanya akan jadi bumerang.
Riyanto mencontohkan adanya kebijakan impor saat ini yang membuat petani jadi enggan berproduksi karena harganya kalah bersaing. Hal tersebut tentu saja akan merugikan petani yang dapat memengaruhi produktivitas.
“Contoh saja impor beras beberapa tahun lalu, begitu harga mendekati bagus buat petani, beras impor langsung datang. Akhirnya minat menanam menurun, apalagi harga input naik, biaya produksi naik,” terangnya.
Upaya Kementan dalam mengurangi ketergantungan pangan terhadap produk impor terus dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan meningkatkan produksi pertanian secara nasional. Hasilnya, impor pangan di tahun 2020 berkurang hingga sebesar 10,2%.
Penurunan angka tersebut karena pemerintah punya program jangka panjang yang fokus membangun potensi pangan di banyak daerah. Kementan juga terus membuka perluasan area tanam dan meningkatkan produksi lokal. (E-2)
KELANGKAAN kedelai menjadi ironi yang masih saja terjadi di Indonesia.
Setelah tiga hari tahu tempe tidak ditemui di Jakarta, mulai hari ini, Selasa (5/1) tahu tempe sudah ada di pasar tradisional meski harganya naik 20 persen.
Firman mengaku telah membaca dari berbagai literatur dan penelitian produk GMO yang dianggap dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan, lingkungan dan lain-lain.
Kenaikan harga kedelai impor yang terus menerus semenjak awal pandemi covid-19 hingga sekarang dikeluhkan oleh para pengrajin tahu di Kabupaten Temanggung,
Para perajin tempe tahu di desa ini sempat berhenti berproduksi akibat kelangkaan dan melonjaknya harga bahan baku kedelai sejak akhir Desember 2020.
Perajin tahu dan tempe di Sidoarjo, Jawa Timur, terpaksa menaikkan harga juga sekitar 10 persen dari harga biasa. Selain itu, jumlah produksi juga dikurangi untuk mengantisipasi kerugian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved