Santai, Ekonomi Asean Buruk Tahun ini Tapi Membaik Tahun Depan

Fetry Wuryasti
28/12/2020 12:00
Santai, Ekonomi Asean  Buruk Tahun ini Tapi Membaik Tahun  Depan
Aktivitas bongkar muat di pelabuhan(MI/Agus Mulyawan)


PEREKONOMIAN  di seluruh kawasan Asia Tenggara akan ditutup memburuk tahun ini. Namun demikian  pemburukan itu tidak berlanjut, malahan berbuah manis pada tahun depan. 

Laporan prospek ekonomi terbaru dari Oxford Economics, bersama the Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), memperkirakan bahwa PDB di seluruh Asia Tenggara akan berkontraksi sebesar 4,1% pada tahun 2020 sebelum melonjak tajam menjadi 6,2% pada tahun 2021.

Pemulihan tersebut sebagian disebabkan oleh low base effect dari tahun ini, tetapi kebijakan makro dinilai akan tetap berperan akomodatif, dengan dukungan fiskal yang ekstensif dan suku bunga rendah.

Bagi Indonesia khususnya, laju pemulihan dinilai masih belum pasti, terutama akibat tren mobilitas yang lemah, impor yang tergelincir dua digit, dan melemahnya penjualan retail.

Meski demikian, volume penjualan retail dan produksi industri di Indonesia relatif stabil jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya yang terpukul cukup keras.

Secara keseluruhan, pandemi diperkirakan akan meninggalkan bekas luka permanen pada tingkat PDB Indonesia, yang diperkirakan akan menyusut sebesar 2,2% tahun ini sebelum melonjak menjadi 6% pada tahun 2021, dengan bantuan belanja konsumen dan infrastruktur.

Kecepatan pemulihan masing-masing negara di Asia Tenggara bervariasi. Dalam tingkat global, periode lockdown dan social distancing berkepanjangan diperkirakan akan membatasi pertumbuhan PDB global tahun ini.

Hal ini menyebabkan kecil kemungkinan angka PDB akan kembali seperti sebelum Covid-19, dan kegiatan perdagangan juga diprediksi akan kembali aktif sebelum akhir 2021.

Di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi akan dibatasi oleh masih berlanjutnya penerapan social distancing.

Namun, pembatasan ini diperkirakan akan secara bertahap dilonggarkan sepanjang tahun depan, terutama di negara-negara yang mampu mendistribusikan vaksin dengan cepat.

Meskipun ketidakpastian akan tetap ada dan sebagian besar negara akan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerugian, berita positif baru-baru ini terkait vaksin turut menyeimbangkan risiko atau skenario negatif yang dapat terjadi.

Selain itu, prospek optimis untuk pertumbuhan regional Asia Tenggara tetap terlihat dalam jangka menengah dan panjang.

Laporan ICAEW menemukan bahwa pemulihan ekonomi pada 2021 tetap bergantung pada pelonggara lockdown, momentum pemulihan global, dan keberhasilan vaksin virus Corona.

Maka, perkembangan baik dalam program vaksinasi akan menjadi barometer penting untuk pertumbuhan di tahun 2021.

Hal ini didukung oleh hidupnya kembali berbagai layanan publik yang kemungkinan besar akan menyusul lebih cepat di negara-negara dengan pengadaan dan distribusi vaksin yang lebih baik.

Singapura diperkirakan akan memimpin dalam upaya program vaksin. Namun, negara-negara Asia Tenggara lainnya kemungkinan besar akan menghadapi tantangan logistik yang lebih besar.

Asia Tenggara telah mengalami three-speed recovery, dengan perbedaan antara satu negara dan yang lainnya. Perbedaan kecepatan pemulihan dipengaruhi oleh keberhasilan masing-masing negara dalam mengatasi gelombang baru infeksi Covid-19 dan menerapkan strategi lockdown exit, untuk membuka kembali ekonomi mereka dengan aman. Hal ini juga harus didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter.

Negara-negara yang berhasil mengendalikan pandemi seperti Vietnam dan Singapura telah menjadi yang terdepan dalam proses pemulihan kawasan.

Vietnam diprediksi menjadi satu-satunya ekonomi yang mencatat pertumbuhan positif tahun ini, yaitu sebesar 2,3%.

Sementara, PDB Singapura diperkirakan pulih menjadi 5,7%, setelah berkontraksi 6% pada tahun 2020 mengikuti ketentuan social distancing yang terus berkurang di bawah Fase 3 mendatang.

Thailand juga dinilai berhasil membendung gelombang infeksi Covid-19. Namun, pembatasan perjalanan telah memukul keras ekonominya mengingat pariwisata menyumbang 20% dari PDB-nya.

Perekonomian Thailand diperkirakan akan berangsur pulih dengan asumsi bahwa pengeluaran publik berperan lebih besar untuk mendukung pemulihan ekonomi selama sisa tahun 2020 hingga 2021.

Di sisi lain, Filipina telah melalui lockdown yang ketat dan berkepanjangan, ditambah dengan respons fiskalnya yang sangat kecil.

Dengan keadaan tersebut, PDB Filipina diperkirakan akan turun hampir 10% pada tahun 2020, meski kemungkinan akan tumbuh 7,8% pada tahun 2021 karena pembatasan aktivitas yang mulai dilonggarkan secara bertahap.

“Perhatian terbesar bagi ekonomi Asia Tenggara adalah mencegah gelombang infeksi tambahan, serta secara bertahap mengembalikan kegiatan ekonomi dan masyarakat,” kata Mark Billington, ICAEW Regional Director, Greater China and South-East Asia, melalui rilis yang diterima, Senin (28/12).

Kesinambungan ekonomi global mengharuskan negara-negara bekerja secara kolektif untuk memperkuat rencana tanggap pandemi mereka, dan mengatasi tantangan, baik dalam melanjutkan aktivitas bisnis maupun menjaga keamanan rakyatnya.

Terlepas dari prediksi pemulihan ekonomi pada tahun 2021, ketidakpastian yang dapat memengaruhi pemulihan pasca pandemi akan tetap ada.

Lambatnya perkembangan program vaksinasi massal, pandemi gelombang kedua yang mengakibatkan lockdown tingkat global lainnya, dan krisis keuangan dapat berdampak pada kerusakan ekonomi yang besar.

"Namun di sisi lain, terobosan vaksin dan stimulus AS pasca pemilu diprediksi optimis dapat mempercepat pemulihan dalam jangka pendek dan menghindari risiko jangka panjang," kata Mark Billington.

Laporan prospek ekonomi yang dipresentasikan oleh Sian Fenner, Oxford Economics Asia Lead Economist, pada Forum Ekonomi ICAEW baru-baru menunjukkan temuan lain meliputi pertumbuhan Ekonomi Tiongkok meningkat menjadi 7,8% pada tahun 2021 setelah tumbuh hanya 2% pada tahun 2020.

Ekonomi Tiongkok pulih dengan cepat setelah mengalami penurunan pada Kuartal I 2020 sebagai akibat dari pandemi. Tiongkok akan memasuki tahun 2021 dengan pijakan yang kuat.

"Output saat ini sudah di atas level sebelum Covid-19 dan kemungkinan akan tetap naik, melonjak dari 2% pada 2020 menjadi 7,8% pada 2021. Pertumbuhan dinilai harus bergilir ke arah konsumsi dan investasi perusahaan, jauh dari investasi dalam bidang infrastruktur dan real estat, mengingat kebijakan moneter dan fiskal yang kurang dermawan," kata Sian Fenner.

Sedangkan ekonomi Malaysia belum keluar dari masa sulit dan mengalami pemulihan berbentuk V sejak awal. Namun, perluasan dan pelebaran area di bawah Perintah Kendali Gerakan Bersyarat atau Conditional Movement Control Order (CMCO) yang bertujuan untuk menahan peningkatan infeksi Covid-19 akan membebani aktivitas ekonomi dalam jangka pendek.

Hal ini menyebabkan pemulihan dua kali lipat atau double-dip recovery. Namun, pemerintah juga telah mengumumkan anggaran yang sangat ekspansif untuk tahun 2021, dengan peningkatan fokus pada investasi infrastruktur.

"Ini akan mendukung rebound yang solid dalam pertumbuhan ekonomi Malaysia menjadi 6,2% tahun depan, setelah kontraksi 5,6% tahun ini," kata Sian Fenner. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya