Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Peraturan Turunan UU Ciptakera jangan Rugikan Industri Perkebunan

Andhika Prasetyo
24/12/2020 22:50
Peraturan Turunan UU Ciptakera jangan Rugikan Industri Perkebunan
Ilustrasi(DOK MI)

PERATURAN turunan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) berupa Peraturan Pemerintah (PP) tentang kawasan hutan diharapkan tidak merugikan dunia usaha. Regulasi tersebut harus mengakomodasi semua kepentingan secara seimbang termasuk kepentingan ekonomi masyarakat yang lebih luas.

Wakil Rektor IPB Dodi Ridho Nurrahmat mengungkapkan pemerintah harus memiliki data valid mengenai luasan kawasan hutan yang telah dikukuhkan sebelum mempublikasikan kepada masyarakat. Pemerintah, sambung dia, juga harus memiliki definisi tentang kawasan hutan yang final. Hal tersebut harus dilakukan agar ada aturan yang tegas dan tidak multitafsir.

"Pasalnya, selama ini, hampir setiap kegiatan yang bersentuhan dengan hutan terutama terkait kegiatan korporasi selalu dicap sebagai deforestasi dan isu perusakan lingkungan. Padahal lahan itu adalah lahan perkebunan," ujar Ridho, Kamis (24/12).

Definisi kawasan hutan juga menjadi penting guna menghindari terjadinya bencana ekologis. Perlu ada definisi yang jelas tentang konsep Kawasan hutan, apakah 10% sesuai dengan ketentuan FAO atau 30% dengan mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan.

Idealnya, lanjut Ridho, definisi kawasan hutan itu harus mengacu pada konsesus nasional. "Tidak adanya definisi kawasan hutan yang jelas selama bertahun-tahun telah melahirkan banyak persoalan dangkal serta tidak mempertimbangkan berbagai perbaikan,” ucapnya.

Ridho juga menyoroti tentang kewajiban perusahaan perkebunan untuk membuat analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan hidup secara berulang-ulang. Menurut Ridho, suatu kegiatan seperti kegiatan perkebunan yang sudah dilakukan berulang-ulang di lokasi yang sama semestinya tidak memerlukan amdal.

Terkait pencabutan izin dan pengembalian lahan kepada negara juga harus dibuatkan regulasi dengan matang. Ia melihat, hal tersebut berpotensi menimbulkan persoalan baru. Pasalnya, saat ini belum jelas siapa yang bertanggung jawab atau ditunjuk sebagai negara.

"Jika penanggungjawabnya tidak jelas, apakah Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian atau yang lain, akan timbul persoalan baru karena konsesi tersebut menjadi open acces yang berpotensi bisa dijadikan bahan bancakan," tandasnya. (R-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik