Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

BI: Penurunan Bunga Kredit Bank masih Lambat

Fetry Wuryasti
17/12/2020 18:28
BI: Penurunan Bunga Kredit Bank masih Lambat
.(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

SEJALAN dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar. Ini mendorong suku bunga terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian.

"Bank Indonesia memandang penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lambat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/12).

Padahal hingga 15 Desember 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp694,87 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp524,07 triliun.

Longgarnya likuiditas serta penurunan suku bunga acuan BI7DRR selama ini baru diikuti dengan sedikit penurunan suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari 4,93% dan 9,38% pada Oktober 2020 menjadi 4,74% dan 9,32% pada November 2020.

"Penurunan suku bunga kredit diperkirakan akan berlanjut dengan longgarnya likuiditas dan rendahnya suku bunga kebijakan Bank Indonesia," kata Perry.

Pasalnya ketahanan likuiditas perbankan sangat kuat. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan Oktober 2020 tetap tinggi yakni 23,7%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,15% (bruto) dan 1,03% (neto).

Namun, fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah. Ini tercermin dari pertumbuhan kredit pada November 2020 yang masih terkontraksi 1,39% (yoy), sedangkan DPK tumbuh 11,55% (yoy).

"Bank Indonesia memandang bahwa rendahnya pertumbuhan kredit lebih disebabkan oleh sisi permintaan dari dunia usaha, di samping karena persepsi risiko dari sisi penawaran perbankan," kata Perry.

Pertumbuhan kredit berpotensi meningkat pada sektor-sektor seperti industri makanan dan minuman, logam dasar, kulit dan alas kaki, di samping sejumlah sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor. Kinerja korporasi pada sektor-sektor tersebut serta pada UMKM menunjukkan perbaikan, tercermin pada peningkatan indikator penjualan dan kemampuan bayar di dunia usaha.

"Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), perbankan, dan dunia usaha untuk mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas," kata Perry. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya