Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Dorong Lima Sektor

M. Ilham Ramadhan Avisena
10/9/2020 13:53
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Dorong Lima Sektor
Kemacetan arus lalu lintas di kawasan Gatot Subroto, Jakarta.(MI/Bary Fathahilah)

PEMERINTAH berupaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi covid-19. Setidaknya ada lima sektor yang perlu didorong, yakni industri pengolahan, perdagangan, pertanian, pertambangan dan konstruksi.

"Untuk sektor konstruksi, pemerintah mempersiapkan pembangunan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Karena ini melibatkan banyak kontraktor di daerah. Tentu bisa mendorong perekonomian" ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rakornas Kadin Indonesia, Kamis (10/9).

Merujuk data Kementerian Keuangan, ekonomi Indonesia pada tahun ini diproyeksikan minus 1,1-0,2%. Adapun pada 2021, pertumbuhan ekonomi diprediksi membaik di kisaran 4,5-5%.

Baca juga: Jokowi Minta Pelaku Usaha Tetap Semangat

"Berbagai lembaga negara juga menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan positif," imbuh Airlangga.

Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), lanjut dia, sejumlah indikator mulai menunjukkan sinyal positif. Seperti, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang mengalami ekspansi, indeks kepercayaan konsumen, penjualan kendaraan bermotor, penjualan ritel, survei kegiatan usaha, hingga inflasi inti.

Per 7 September 2020, selain properti, kinerja indeks saham sektoral juga mengalami perbaikan jika dibandingkan periode 1 April 2020. Dari sisi pasar uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami apresiasi sebesar 9,73%.

Baca juga: 90% Peserta Kartu Prakerja Merupakan Pengangguran

Airlangga meyakini pemulihan dari guncangan ekonomi akibat pandemi covid-19 relatif lebih cepat. Itu dibandingkan masa krisis pada 1998 dan 2008.

"Kalau kita lihat kedalaman dari segi harga saham, pada krisis Asia 1997-1998 itu butuh 7-8 tahun untuk kembali ke semula. Kemudian untuk krisis global pada 2008, butuh waktu 2 tahun," paparnya.

Pada krisis Asia 1997-1998, nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga 566%. Saat krisis global 2008, nilai tukar terdepresiasi hingga 39,6%. Namun saat ini, nilai tukar rupiah relatif stabil dan bergerak menuju level sebelum pandemi covid-19.

Baca juga: Ekonomi Kontraksi, Sektor Pertanian Masih Tumbuh Positif

"Namun, kita juga harus melihat gas dan rem. Kita tetap menjaga kepercayaan publik. Ekonomi ini tidak semuanya faktor fundamental. Tapi juga ada faktor sentiment, terutama sektor capital market," tukas Airlangga.

Dia menyebut penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi membutuhkan rencana jangka menengah hingga 2022-2023. Beberapa program utama yang disasar terkait dengan kesehatan, bantuan sosial, padat karya untuk menjaga demand, restrukturisasi dan transformasi ekonomi.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya