Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
PEMEGANG polis WanaArtha Life (PP WAL) meminta penuntasan permasalahan gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (PT AJAW) sejak Februari 2020. Sebab, Subrekening Efek (SRE) yang sebagian besar berisi dana pemegang polis telah disita dan dijadikan barang bukti oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Asuransi Jiwasraya.
"Kami mengapresiasi wakil rakyat di Senayan yang telah menggelar Rapat Umum Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perwakilan pemegang polis WAL pada Selasa (25/8)," jelas Wakil Pemegang Polis WanaArtha Afrida Ariestuti Siregar dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Jumat (28/8).
Baca juga: Enam Asuransi BUMN Bermasalah, Kejaksaan Harus Bertindak
Afrida berharap anggota DPR dapat mendapatkan informasi yang komprehensif terkait dampak penyitaan rekening efek WanaArtha Life yang berimbas kepada pemegang polis. "Pemegang polis sangat menderita bahkan harus meradang nyawa karena menunggu kepastian buka sita yang tak berujung," kata dia.
Pemegang polis asal Bali, Desy Widyantari, mengaku berinvestasi dalam produk asuransi dwiguna yang di dalamnya memberikan asuransi jiwa dan investasi kepada WanaArtha Life.
Baca juga: OJK Apresiasi Perusahaan Asuransi yang Lakukan Relaksasi
Dia mengaku memercayai PT WAL karena reputasi perusahaan asuransi anak negeri yang berdiri sejak 1974.
Baca juga: 16 Jaksa Ditugaskan Tangani Kasus Jiwasraya
Selain itu, produk asuransi yang ditawarkannya pun telah mendapatkan izin dan berada di bawah pengawasan dari Otiritas Jasa Keuangan (OJK) Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) serta sebelumnya sama sekali tidak pernah memiliki rekam jejak gagal bayar kepada para nasabahnya.
"Kami dikejutkan dengan adanya surat dari manajemen WanaArtha Life yang menyatakan bahwa Subrekening Efek yang di dalamnya berisi dana premi kelolaan pemegang polis diblokir kemudian berlanjut dengan penyitaan oleh Kejaksaan Agung atas rekomendasi dan izin dari OJK karena diduga terkait dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Padahal kami sama sekali tidak terlibat apalagi bersalah, bukan pula sebagai tersangka apalagi terdakwa pada perkara Jiwasraya. Celakanya justru kami yang paling terdampak dan sangat menderita atas penyitaan tersebut," ujar Desy.
Baca juga: Jiwasraya Jadi Incaran Pembobolan sejak Lama
Pemegang polis Wahjudi menyebut sejak Januari 2020 tidak lagi mendapatkan hak-hak manfaat dan klaim jatuh tempo sesuai dengan perjanjian polis.
"Kami telah melakukan beberapa upaya hukum maupun nonhukum serta meminta perlindungan kepada lembaga negara guna mendapatkan kembali hak-hak atas investasi kami yang telah diabaikan dan dikorbankan untuk pertangungjawaban hukum pihak lain. Sementara kami sendiri tidak pernah terlibat apalagi bersalah dalam dugaan-dugaan tindak pidana perkara Jiwasraya," tuturnya.
Baca juga: Kejagung Lanjutkan Pemeriksaan Kasus Jiwasraya
Wahjudi menegaskan, upaya yang telah dilakoni dalam tujuh bulan antara lain dengan mendaftarkan gugatan perwakilan (class action) terhadap Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), termasuk kepada WanaArtha Life.
Selain itu, mereka menyampaikan Surat Keberatan Penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyampaikan Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan kepada Presiden Joko Widodo melalui Kantor Sekretariat Negara. Kemudian menyampaikan Surat Permohonan Pengawasan Penegakan Hukum yang Berkeadilan kepada Komisi Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Pimpinan MPR, DPR, DPD dan Komisi XI DPR RI, Surat Permohonan Perlindungan Hak-Hak Pemegang Polis kepada OJK IKNB.
"Untuk dapat membantu kami mencari keadilan dan pemulihan pemenuhan hak-hak kami yang dilindungi undang-undang," tuturnya.
Baca juga: Istana Bantah Lindungi Bekas Dirkeu Jiwasraya
Dalam RDPU Komisi XI DPR pada Selasa (25/8) tersebut, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengaku perlu memilah-milah persoalan gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
"Mungkin kita perlu pilah-pilah. Karena persoalan beda-beda di setiap asuransi. Seperti, Bumiputera sudah mengalami permasalahan sejak 1997," kata Riswinandi.
Terkait WanaArtha Life, Riswinandi membenarkan sudah 46 tahun berdiri. Namun, permasalahan timbul baru-baru ini. "Saya bicara dengan pengurus atau pengelolanya untuk menyelesaikannya. Bahkan kepada pemegang saham harus turut bertanggung jawab. Artinya mereka harus keluarkan aset sendiri. Termasuk fasilitasi pembicaraan pada penegak hukum juga sudah dilakukan. Masalah blokir, OJK enggak punya kapasitas soalnya sudah masuk proses hukum. Nanti kita tunggu proses dan putusan hukumnya," urai Riswinandi.
Baca juga: Soal Jiwasraya, Kejagung Geledah 15 Lokasi dan Sita Aset
Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara mengatakan, dari hasil penjelasan dari nasabah dan juga OJK. Pada pertemuan selanjutnya, Komisi Keuangan DPR akan menagih yang akan diselesaikan oleh OJK terkait kasus gagal polis ini.
"Nanti kita juga komunikasikan ke Komisi III terkait penegakan hukum dan juga akan kami sambungkan ke OJK agar bisa diketahui penyelesaian hukumnya," jelas dia.
Anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar Mukhamad Misbakhun memastikan pertemuan di RDPU antara OJK dengan perwakilan nasabah bukan pertemuan terakhir.
"Saya janjikan kepada bapak dan ibu sekalian, nanti akan kami adakan lagi pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas," tegas dia.
OJK mengatakan proses likuidasi PT Asuransi Jiwasraya berjalan sesuai rencana. Hampir seluruh polis telah berhasil direstrukturisasi dan dialihkan ke IFG Life.
Tessa mengatakan, laporan itu masih pada tahap penelaahan. Hingga kini, masalah yang diadukan itu belum naik ke tahap penyelidikan, maupun penyidikan.
Temuan BPKP mengungkap terdapat kerugian sebesar Rp 204,3 miliar dan hasil investigasi terdapat fraud Rp 257 miliar.
KPK diharap tidak mengabaikan aduan tersebut. Penindakan dinilai bentuk dari pembersihan perilaku rasuah di Indonesia.
Pujiyono menerangkan bahwa Indonesia sudah memiliki undang-undang yang mengatur soal denda damai.
Perusahaan pelat merah itu mengalami persoalan gagal bayar klaim nasabah dan terjerat kasus dugaan korupsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved