Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Inilah 10 Blok Migas Konvensional yang Dilelang

Suryani Wandari Putri Pertiwi
05/8/2020 14:17
Inilah 10 Blok Migas Konvensional yang Dilelang
Ilustrasi(MI/Dwi Apriani)

KEMENTERIAN  Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melelang 10 Blok Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk penawaran wilayah kerja (WK) migas konvensional di 2020.

“Sebelum adanya pandemi covid-19 ini pemerintah sudah merencanakan akan menawarkan 10 kandidat calon WK Migas konvensional, untuk ditawarkan di tahun 2020 ini,” kata Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Ego Syahrial dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (5/8).

Ego menambahkan, adaya pandemi covid-19 dan penurunan harga minyak dunia beberapa bulan kebalakang ini membuat Kementerian ESDM melakukan evaluasi dalam memastikan peluang bagi calon WK.

Kementerian ESDM telah merilis 10 kandidat blok migas konvensional 2020 :

1. Merangin III (Sumatera Selatan dan Jambi)

2. Sekayu (Sumatera Selatan)

3. West Palmerah (Sumatera Selatan dan Jambi)

4. Rangkas (Jawa Barat dan Banten)

5. North Kangean (Jawa Timur)

6. Maratua II (Kalimantan Utara)

7. Liman (Jawa Timur)

8. Bose (NTT)

9. Cendrawasih VIII (Papua)

10. Mamberamo (Papua).

Kementerian ESDM memperkirakan, total potensi migas dari 10 blok migas tersebut mencapai 3,4 miliar barel. Dari jumlah tersebut maka lifting minyak akan naik 10 persen hingga 15 persen. Sedangkan potensi gas bumi yang ada mencapai 5 triliun BCF.

Baca juga : Ekonomi Indonesia Triwulan II 2020 Minus 5,32%

Tak hanya itu, Ego menyebut pencarian 10 kandidat ini merupakan capaian dari pembelajaran dari negara lain. "Mesir baru saja masuk kedunia migas tapi secra tiba-tiba mereka menemukan giant recovery, dia produksi satu lapangan gas sekitar 3 sampai 4 BCF. Kita belajar juga dari Norwegia dan Meksiko," katanya.

Ia melanjutkan, keberhasil negara-negara tersebut karena bekerja sama dengan pengelolaan data, reprocessing data dengan lembaga geoscientist dunia.

"Nah ini yang sedang kita lakukan karena ya kita tidak boleh mengandalkan APBN, ataupun KKP," pungkasnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik