Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MAYORITAS rakyat Indonesia (77%) menyatakan Covid 19 telah mengancam pemasukan atau penghasilan mereka. Lebih jauh lagi, sekitar 25% warga (atau 50 juta warga dewasa) menyatakan sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pokok tanpa pinjaman.
Sementara 15% warga menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk beberapa minggu, dan 15% warga lainnya menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk satu minggu.
Ini merupakan temuan dalam survei nasional Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) tentang Wabah Covid-19 yang dirilis secara online pada Jumat (17/4).
"Survei dilakukan pada 9-12 April 2020 terhadap 1200 responden yang diwawancarai melalui telepon yang dipilih secara acak, dengan margin of error 2,9%," ungkap SMRC.
Survei ini juga menunjukkan 67% rakyat Indonesia menyatakan kondisi ekonominya semakin memburuk sejak pandemi covid-19. Warga yang menyatakan tidak ada perubahan 24%, dan yang menyatakan lebih baik hanya 5%.
"Kalangan yang paling terkena dampak ini adalah mereka yang yang bekerja di sektor informal, kerah biru, dan kelompok yang mengandalkan pendapatan harian," tambah SMRC.
Adapun 92% rakyat menganggap Covid-19 mengancam nyawa manusia. Tapi ada perbedaan kekhawatiran antar daerah.
"Terdapat dua provinsi yang persentase warganya yang menganggap Covid-19 mengancam nyawa sangat tinggi: Sulawesi Selatan (99%) dan DKI Jakarta (98%). Sementara di Jawa Barat hanya 77% warga yang menganggap Covid-19 mengancam nyawa," papar SMRC.
Baca juga: Pertumbuhan Kredit Triwulan I 2020 Melambat
Selain itu, mayoritas (52%) warga menganggap pemerintah pusat cepat menangani wabah Corona, sementara 41% menganggap lambat. Terdapat perbedaan antar provinsi.
Sementara mayoritas warga Jawa Tengah (61%) dan Jawa Timur (61%) menganggap langkah pemerintah pusat cepat; di Jawa Barat hanya 41% warga menganggap pemerintah pusat bekerja cepat.
Soal kecepatan pemerintah provinsi pun mendapat apresiasi dalam survei tersebut.
"Mayoritas warga Jawa tengah (73%), Jawa Timur (68%) dan DKI Jakarta (62%) menilai pemerintah provinsi bergerak cepat; di Jawa Barat hanya 39% warga menganggap pemerintah provinsi bergerak cepat," tambah SMRC.
Selain itu, mayoritas rakyat (87,6%) juga setuju dengan aturan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencegah penularan Covid 19. Namun demikian, hanya 39% rakyat yang setuju bahwa seharusnya dikenakan denda atau penjara bagi mereka yang melanggar PSBB, sementara 31,2% menyatakan tidak setuju.
"Yang paling banyak mendapatkan dukungan adalah pengurangan penumpang mobil pribadi (86%), dan yang mendapat persetujuan warga paling rendah adalah aturan bahwa sepeda motor tidak boleh membonceng (63%) dan ojeg/ojeg online tidak boleh membawa penumpang orang (66%). Artinya, ada 34 sampai 37% yang keberatan dengan aturan bahwa motor tidak boleh membonceng," ulasmya.
Baca juga: Ini Skenario Kemenag Jika Ibadah Haji 2020 Ditiadakan
Di sisi lain, 21% warga tidak setuju dengan kebijakan agar kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja. Ini berarti ada sekitar 40 juta warga dewasa yang sebenarnya masih ingin melakukan kegiatan keagamaan di luar rumah.
"Persentase terbesar warga yang tidak setuju agar kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja berada di Jawa Barat. Hanya 54% warga Jawa Barat yang setuju kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja," kata SMRC.
Sementara itu, 76% warga setuju dengan kewajiban bekerja dari rumah saja. Namun di Jawa Barat, hanya 54% warga yang mendukung kebijakan tersebut.
"Sebanyak 31% warga DKI tetap ingin pulang kampung (mudik) saat Lebaran nanti. Mereka yang ingin mudik ini termasuk juga kalangan yang berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi. Secara nasional, persentase warga yang ini mudik mencapai 11% atau setara dengan 20 juta warga dewasa,.
"Mengingat yang paling terdampak secara ekonomi adalah kelompok warga yang berpendapatan rendah, khususnya pekerja harian, kewajiban social distancing dan PSBB akan cenderung dilanggar oleh banyak warga yang rentan secara ekonomi. Karena itu mensubsidi mereka menjadi mendesak agar penyebaran virus bisa ditekan," demikian rekomendasi yang diajukan SMRC.
Selain itu, SMRC juga menilai bantuan pemerintah terhadap kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomi harus segera dilakukan dan diawasi pelaksanaannya agar tepat sasaran serta menghindari penyimpangan.
"Mengingat masih tingginya minat para perantau untuk mudik, nampaknya masih diperlukan edukasi dan penataan yang lebih tegas terhadap kegiatan mudik terutama dari Jakarta," jelas SMRC.
SMRC pun menilai secara umum warga di Jawa Barat terlihat memiliki kesadaran yang paling rendah akan bahaya penyakit ini dibanding wilayah lain.
"Warga Jawa Barat juga paling rendah dukungannya terhadap aturan-aturan dalam PSBB. Maka edukasi yang lebih intensif tentang bahaya Covid-19 dan penerapan PSBB perlu dilakukan terhadap warga di Jawa Barat," pungkas SMRC. (RO/Tup)
Kepastian berusaha dan iklim yang kondusif menjadi pertimbangan utama bagi investor dalam memilih negara tujuan penanaman modal.
Komite itu memberikan posisi penting bagi pekerja agar bisa memberi masukan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Pemerintah bisa mengatur platform ekonomi digital sehingga menjadikan 6 juta pengemudi online di Indonesia menjadi pekerja dengan perlindungan yang melekat.
Beberapa pasal di dalam PP 28/2024 memang wajar perlu disempurnakan, bahkan jika memungkinkan dibatalkan.
Namun sebaliknya, ada beberapa kejadian yang justru berkebalikan dengan semangat membela nasib buruh seperti penahanan ijazah.
Kondisi ekonomi global yang tidak menentu, ditambah dengan isu-isu lainnya, akan berdampak langsung pada sektor ini.
Kondisi upah riil para pekerja maupun buruh menurun tajam sejak 2015. Hal tersebut dimulai ketika pemerintah mengganti formula penghitungan pengupahan melalui PP 78/2015 tentang Pengupahan.
Pemerintah bakal memanggil pelaku usaha di sektor industri padat karya dalam waktu dekat. Itu dilakukan untuk membahas mengenai kondisi industri terkait.
Kondisi ekonomi yang tidak menentu harus segera direspons dengan tepat oleh pemerintah, sehingga tidak berdampak lebih buruk lagi terhadap nasib para pekerja.
Wapres Ma'ruf Amin jamin dana pekerja di Tapera akan aman
Upah pekerja saat ini masih jauh dari angka layak sehingga jika harus dipotong 2,5 % maka pkerja akan semakin miskin dan tidak bisa memenuhi biaya hidup.
Tidak ada jaminan gaji karyawan swasta yang dipotong sebesar 3% yang dibayarkan 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung pekerja bisa mendapatkan rumah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved