Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Harga Daging tidak Melambung walau Ada Wabah

Suryani Wandari
08/3/2020 07:30
Harga Daging tidak Melambung walau Ada Wabah
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (kiri) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (tengah) meninjau harga daging sapi di Pasar Senen.(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

PENGUSAHA dan importir daging sapi, Yustinus Sadmoko, menegaskan efek wabah virus korona tidak berimbas pada kenaikan harga komoditas tersebut di pasaran.

Yustinus pun memastikan persediaan daging sapi impor dari Australia masih aman hingga enam bulan ke depan. Harga daging sapi di bebera­pa pasar di Jakarta sekitar Rp117 ribu-Rp120 ribu per kilogram.

“Suplai tidak mengkhawa­tirkan dalam jangka pendek,” kata Yustinus dalam diskusi bertema Korona dan kondisi kebutuhan pokok kita di The Maj Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut Yustinus, para pengusaha telah menyiapkan stok daging untuk kebutuhan yang biasanya meningkat menjelang Ramadan.

“Biasanya satu bulan menjelang Ramadan sudah distok. Jadi, kami masih confidence. Apalagi, pemerintah belum mengumumkan penutupan impor sehingga dipastikan aman,” lanjut Yustinus.

Namun, dia mengkhawa­tirkan berubahnya perilaku masyarakat (panic buying) seperti terjadi beberapa hari lalu karena tidak ada pemberitahuan kapan dibuka ataupun ditutupnya arus impor. Hal ini membingungkan pengusaha terkait ketersediaan bahan pokok di pasaran.

“Harus diumumkan kapan kita mulai mengimpor dan berapa banyak. Jangan sampai ada pihak yang mengambil keuntungan dari keadaan ini,” ujar Yustinus.

 

Transparansi

Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesua (Hipmi), Eka Sastra, mengeluhkan pemerintah yang masih menggunakan sistem kuota untuk membatasi impor sebagaimana dilakukan Kementerian Perdagangan.

Eka menilai sistem kuota memiliki prosedur yang lama dan tertutup bahkan membuka ruang pelanggaran  praktik tata kelola. Pengusaha menginginkan kecepatan, keterbukaan, dan keadilan.

“Kami melihat begitu ada kejadian seperti ini, baru ribut impor gula. Wabah virus korona menjadi momentum bagus untuk mengganti sistem tata niaga, khususnya impor dari kuota ke tarif,” ungkap Eka dalam diskusi yang sama.

Eka mengingatkan tata ­kelola produksi dan distribusi di dalam negeri masih kaku dalam merespons perubahan besar, sedangkan penerapan sistem tarif diyakini memunculkan pengusaha anyar yang lebih kompetitif dan inovatif.

“Manfaat lainnya ialah membuat lapangan ekonomi lebih rata dan terbuka, serta mendorong sinergi antara BUMN dan swasta,” ujar Eka.

Pernyataan Eka Sastra dise­tujui oleh Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno. Dia mengatakan sistem tarif ini memiliki kelebihan karena lebih cepat dengan instrumen sederhana, yakni hanya dipegang pemerintah.

“Jadi, kedaulatan pangan kita ganti dengan ketahanan pangan. Apa pun kita lakukan untuk bangsa,” kata Sandi.

Menurut Sandi, sistem itu lebih transparan, akuntabel, dan responsif. Sandi berharap pemerintah menjamin harga bahan pokok stabil. Salah satu caranya pemerintah berkolabrasi dengan swasta untuk menjaga harga bahan pokok tidak berfluktuasi.

“Harga naik tarif kita adjust. Harga turun tarif di-adjust,” ujar Sandi.

Di sisi hulu, menurut ­Sandiaga, perlu dilakukan kebijakan efektivitas sistem produksi. Lahan pertanian dikelola dengan teknologi sehingga membuat yield dari komoditas meningkat. Pasokan pupuk harus mudah diperoleh petani. Sandiaga menilai kebijakan yang harus diubah ialah struktural.

“Ini kesempatan baik karena ada perlambatan dan dampaknya tiga hingga lima tahun ke depan,” tandas Sandi. (X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya