Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Kemudahan Berusaha di Indonesia Stagnan

Andhika Prasetyo
13/2/2020 07:40
Kemudahan Berusaha di Indonesia Stagnan
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebelum memimpin rapat kabinet terbatas.(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

UNTUK kesekian kali, Presiden Joko Widodo mendorong para menteri ekonominya mengakselerasi peringkat ease of doing business (EoDB) atau indeks kemudahan berusaha di Indonesia yang kini bertengger di peringkat 73.

Kendati jauh lebih baik daripada capaian pada 2014 di level 120, Jokowi berharap peringkat EoDB terus dikerek naik hingga masuk level 40 besar.

"Prosedur yang ruwet dan waktu panjang ialah masalah kita. Kita harus bisa lebih baik dari Tiongkok," kata Presiden Jokowi saat memimpin Rapat Terbatas Akselerasi Peningkatan Peringkat Kemudahan Berusaha di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

Penilaian EoDB dihitung dari 10 indikator utama, yaitu kemudahan memulai usaha, kemu-dahan memperoleh sambungan listrik, pembayaran pajak, pemenuhan kontrak, penyelesaian kepailitan, pencatatan tanah dan bangunan, permasalahan izin pembangunan, kemudahan memperoleh kredit, perlindungan investor, serta perdagangan lintas negara.

Dari ke-10 indikator tersebut, Indonesia masih memiliki empat yang berada di atas 100. Yang terbuncit ialah kemudahan memulai usaha di Indonesia, berada di peringkat 140. Kemudian ada perdagangan lintas negara di posisi 116, permasalahan izin pembangunan di urutan 110, dan pencatatan tanah dan bangunan berada di level 106.

Jokowi mengakui memulai usaha di Indonesia membutuhkan waktu sangat lama. Pengusaha mesti menyelesaikan 11 prosedur dengan durasi hingga 13 hari. Bandingkan dengan Tiongkok yang hanya membutuhkan empat prosedur dan tuntas dalam sembilan hari.

Selain keempat komponen itu, ada dua komponen lain yang sudah berada di bawah 50, tetapi mengalami penurunan kinerja. Dua indikator tersebut meliputi kemudahan memperoleh kredit yang turun dari posisi 44 ke 48 dan penyelesaian kepailitan yang juga melorot dari level 36 ke 38.

 

Jalan sendiri

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, optimistis peringkat EoDB Indonesia bisa naik ke posisi 40 pada 2023. Saat ini, pemerintah tengah membenahi proses izin berusaha. Salah satunya dengan memangkas waktu penerbitan izin mendirikan bangunan yang semula 191 hari menjadi 54 hari.

"Anggaran yang dikeluarkan pelaku usaha pun dipotong dari Rp121 juta menjadi Rp40 juta. Artinya, beban usaha yang harus ditanggung pebisnis menjadi lebih ringan," ujar Bahlil.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan pihaknya juga mengupayakan kemudahan pembayaran pajak.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

 

"Nanti di dalam omnibus law perpajakan, kita atur tarif pajak yang kompetitif," ujar Sri Mulyani.

Dalam pengamatan Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, permintaan Presiden menaikkan peringkat EoDB Indonesia tergolong berat.

"Banyak masalah belum ada aksi konkret. Kini, omnibus law fokus di kemudahan berusaha. Kalau hanya satu fokus, saya pikir kita akan naik sedikit ke posisi 70. Negara lain juga banyak melakukan reformasi di berbagai bidang. Apalagi, kalau pada level 73 (middle) menuju level yang tinggi (high) justru semakin berat," jelas Tauhid.

Di lain pihak, ekonom dari CORE Indonesia, Piter Abdullah, menilai target Presiden Jokowi bisa tercapai asalkan pemerintah mengupayakannya dengan maksimal.

"Kalau tanpa kejelasan strategi dan program, saya pikir target itu sulit dicapai. Kementerian dan lembaga berjalan sendiri-sendiri tanpa kejelasan strategi, hasilnya tetap sama. Ada perbaikan, tetapi tidak akan ada lompatan," tandas Piter. (Mir/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya