Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
ASOSIASI Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menargetkan angka penjualan sebesar Rp258 triliun sepanjang tahun ini, tumbuh 10% dari capaian tahun lalu yang hanya Rp235 triliun. Pertumbuhan dua digit itu merupakan yang pertama dalam kurun 4 tahun terakhir.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan optimisme datang dari kondisi politik, ekonomi, sosial dan teknologi di Tanah Air yang semakin kondusif. Sebagaimana diketahui, situasi politik kian membaik pascapemilu. Tidak ada lagi gejolak-gejolak yang terjadi seperti sebelum pilpres dan sebelum penetapan pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum.
Dari sisi konsumsi, Roy menilai kondisi di Indonesia juga stabil. Itu tergambar dari tingkat inflasi yang rendah yakni 2,05% selama tahun berjalan, masih jauh dari target maksimal 3,5% plus minus 1% untuk sepanjang tahun.
"Indeks penjualan riil juga masih mendukung konsumsi masyarakat. Tercatat, pada Juni, indeks penjualan riil tercatat sebesar 237,8 atau tumbuh 2,3% secara tahunan," ujar Roy di Jakarta, Kamis (11/7).
Baca juga: Penjualan dan Pangsa Pasar Ritel Daihatsu Naik
Menurut Roy, angka tersebut sudah sangat bagus karena berada di atas level 100. Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pun sudah mencapai US$3.927 atau sekitar Rp56 juta pada 2018, terus tumbuh dari tahun sebelumnya yang hanya Rp51,9 juta dan 2016 sebesar Rp47,9 juta.
Adapun, dari sisi sosial dan teknologi, ia melihat dua kondisi itu juga tidak mengalami persoalan-persoalan berarti. Dari angka Rp258 triliun yang ditetapkan, untuk semester pertama 2019, raihan penjualan ritel sudah mencapai separuh target. Hal itu ditopang oleh kegiatan pemilu dan juga momen Ramadan serta Lebaran.
Untuk semester kedua, ia menyebut agenda-agenda seperti hari ulang tahun Republik Indonesia serta Natal dan tahun baru akan menjadi pendorong utama konsumsi masyarakat.
Di luar itu, ada juga pelantikan presiden dan wakil presiden baru pada Oktober mendatang.
"Setelah dilantik, pasti akan ada program kerja 100 hari yang mana itu akan mengedepankan pertumbuhan ekonomi. Jadi, sejak Oktober sampai akhir tahun pasti akan ada kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat," terangnya.(OL-5)
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved