Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Benahi Segera Defisit Neraca Perdagangan

Andhika Prasetyo
09/7/2019 07:05
Benahi Segera Defisit Neraca Perdagangan
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.(ANTARA/WAHYU PUTRO A)

PRESIDEN Joko Widodo kembali mengingatkan jajaran menteri di kabinetnya untuk segera membenahi neraca perdagangan yang kini masih dalam posisi defisit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), akumulasi nilai ekspor periode Januari-Mei 2019 sebesar US$68,46 miliar. Adapun angka impor pada periode yang sama tercatat lebih besar yakni US$70,6 miliar sehingga terdapat defisit neraca perdagangan sebesar US$2,14 miliar.

Presiden Jokowi pun meminta para menteri di kabinetnya berhati-hati terhadap defisit neraca perdagangan tersebut.

"Perlu melihat betul dengan hati-hati angka-angka yang ditampilkan BPS. Ekspor Januari sampai Mei 2019 year on year turun 8,6%, sedangkan impor Januari-Mei juga turun 9,2%. Hati-hati terhadap ini, artinya neraca perdagangan kita Januari-Mei ada defisit US$2,14 miliar," kata Presiden dalam sidang kabinet paripurna di Ruang Garuda, Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Hadir dalam sidang kabinet paripurna tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri koordinator, dan menteri Kabinet Indonesia Kerja.

"Coba dicermati angka-angka ini dari mana? Kenapa impor jadi sangat tinggi? Kalau didetailkan lagi, migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena rate-nya yang paling banyak ada di situ," imbuh Presiden.

Menurut Presiden, Indonesia punya banyak peluang untuk meningkatkan ekspor, termasuk karena adanya gejala perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

"Kedua, berkaitan dengan ekspor, peluang-peluang yang ada untuk ekspor. Sebetulnya kita masih memiliki peluang, apalagi sekarang dengan terjadinya perang dagang, kesempatan ekspor kita untuk masuk ke Amerika besar sekali dengan pengenaan tarif barang-barang produk dari Tiongkok," ungkap Presiden.

Dalam kaitan itu, Presiden meminta agar terhadap investasi yang berkaitan dengan ekspor dan substitusi impor diberikan izin secepat-cepatnya.

Pada kesempatan berbeda, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan pandangan senada dengan Presiden. Menurut dia, perang dagang AS-Tiongkok tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga menciptakan peluang. "Salah satu strategi yang perlu kita lakukan, yaitu mengisi pasar yang dulunya dipasok Tiongkok. Caranya gimana? Kalau dengan pemerintah AS memang harus meningkatkan hubungan dagang secara bilateral," kata Perry di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Kerja tim

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan untuk membenahi kondisi neraca perdagangan Indonesia yang defisit harus dilakukan dengan kerja seluruh kabinet.

"Untuk menangani masalah neraca perdagangan ini harus merupakan kerja bersama dari seluruh kabinet, dan beliau (Presiden) tadi menyampaikan bahwa seluruh tim harus melihat secara detail komoditasnya, negara tujuannya, supaya kita juga bisa formulasikan kebijakan yang lebih tepat mengenai hal tersebut," kata Menkeu.

Perihal impor migas, Menkeu mengakui ada peningkatan kebutuhan di dalam negeri. Adapun produksi migas malah di bawah prediksi.

Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan dirinya tak apa-apa ditegur Presiden.

"Oh kalau ditegur mah enggak apa-apa. Nggak apa-apa. Ya kita harus lebih kerja keras mengingat impor kita turun, tapi lebih turun lagi ekspor kita. Jadi, kita harus lebih banyak kerja keras. Migas kita memang kalau demand naik, otomatis kita impor banyak. Kita akan lihat kenapa bulan Mei naik," kata Rini. (Mal/Nur/Ant/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya