Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Negara Rugi Rp55 Triliun, Praktisi Bongkar Skandal Investasi KCN

mediaindonesia.com
27/6/2019 17:05
Negara Rugi Rp55 Triliun, Praktisi Bongkar Skandal Investasi KCN
Ilustrasi(Thinkstock)

KANTOR Jasa Penilai Publik Immanuel, Johnny, dan Rekan (KJPP IJR) PT Sucofindo merilis potensi kerugian negara apabila perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda tidak dibatalkan.

"Dari sisi mekanisme penilaian aset atau appraisal yang telah kami lakukan, maka dapat diprediksi potensi kerugian PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) senilai 55,8 triliun (rupiah),' tutur Immanuel Sitompul, pimpinan KJPP IJR PT Sucofindo dalam pernyataan tertulisnya.

Ditemui di tempat terpisah, kuasa hukum PT KBN telah melakukan verifikasi informasi tersebut.

"Ya benar, memang seperti itu kondisinya. Saya sudah baca laporan dari Sucofindo, mereka KJPP independen. Jadi kalau mereka bilang rugi 55 triliun, berarti memang segitu potensi kerugiannya," papar Hamdan Zoelva kepada media di Jakarta, Kamis (27/6).

Hamdan menjelaskan bahwa PT Karya Teknik Utama (KTU) telah menodai investasi.

"Jadi kronologisnya PT KTU menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan oleh PT KBN. Mereka sepakat membuat perusahan bersama yang diberi nama PT KCN. Menurut Adenddum III nomor: 001/ADD/SPKS/DRT.5.3/10/2014 proporsi sahamnya adalah 50% KBN dan 50% KTU.

Proporsi saham ini telah disepakati kedua belah pihak dan disahkan dalam RUPSLB PT KCN namun sampai sekarang PT KTU tidak pernah melakukan penyetoran atas saham, baik berupa uang ataupun bangunan Pier I hingga saat ini," ungkap Hamdan.

Selain belum menyetorkan kewajiban modal saham, tambah Hamdan, PT KTU melakukan pembangunan Pelabuhan Merunda tanpa izin dari PT KBN. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pemilik 26% saham PT KBN memerintahkan PT KTU untuk berhenti melakukan pembangunan Pelabuhan Merunda.

 

Baca juga: Kemenkeu Usulkan Pagu Indikatif Belanja K/L 2020 Rp854 T

 

"Karena tidak memiliki izin reklamasi dan izin Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) aktivitas pembangunan yang dilakukan PT KTU harus dihentikan," jelas Hamdan.

Menurut dia, PT KTU sama saja mengambil aset negara. "Setelah 2 kasus sebelumnya belum selesai, PT KTU ini buat masalah lagi.

PT KCN di bawah kendali perintah PT KTU melakukan kerja sama dengan KSOP V Marunda tanpa persetujuan PT KBN. Dalam perjanjian tersebut, ada 2 pelanggaran yang dilakukan oleh PT KTU.

Pertama mengubah status Pelabuhan Marunda dari pelabuhan khusus menjadi pelabuhan umum, kedua mengajukan sertifikat pengelolaan atas nama PT KCN. Berdasarkan Keppres No 11/1992 status kawasan tersebut tidak boleh berubah, jika berubah maka harus atas nama PT KBN bukan PT KCN.

Ditambah lagi perjanjian antara PT KCN dan KSOP Marunda V itu selama 70 tahun. Sekarang memang hanya sewa tapi 70 tahun lagi, mereka akan menganggap bahwa pemiliknya adalah PT KCN, setelah 70 tahun orang akan lupa kalau pemilik resmi kawasan Marunda adalah PT KBN.

Ini namanya investasi yang pelan-pelan mencuri aset negara," ujar Hamdan. Ia menegaskan bahwa skandal investasi PT KCN sudah batal demi hukum.


"PT KBN sudah menang di PN Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Objek sengketa yaitu perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT KCN dan KSOP V Marunda terhadap aset PT KBN di Pelabuhan Marunda merupakan perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, serta batal demi hukum. Jadi apa pun yang diucapkan PT KTU atau PT KCN kalau dasar hukumnya bukan Adenddum III dan Akta Perubahan maka jangan dipercaya.

Mereka ngomong suka kemana-mana, apalagi kalau sampai menyerang personal atau tokoh di PT KBN. Mereka sudah kalah di mata hukum, jadi cari cara lain untuk menang tapi di luar substansi kasus," ujar Hamdan. (RO/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya