Pemerintah Harus Pertegas Definisi Deforestasi

Andhika Prasetyo
18/5/2019 11:45
Pemerintah Harus Pertegas Definisi Deforestasi
Petani mengumpulkan hasil panen kelapa sawit di lahan perkebunan Baras, Pasangkayu, Sulawesi Barat.(MI/Andhika Prasetyo)

PEMERINTAH perlu meredefinisi pemahaman deforestasi dan tata kelola hutan berkelanjutan yang memenuhi aspek umum, spesifik, terukur, memperhatikan isu-isu yang berkembang, konsisten, serta mudah dipahami demi mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Jika tidak ada definisi yang jelas, akan ada pihak-pihak yang terus melontarian pernyataan provokatif, dangkal serta tidak mempertimbangkan berbagai perbaikan yang dilakukan Indonesia terutama untuk menyudutkan industri sawit.

“Isu tentang pasokan rantai sawit kotor dari perkebunan sawit yang melakukan deforestasi seharusnya sudah berakhir. Namun perbedaan persepsi tentang definisi deforestasi menjadikan isu itu tetap hangat sebagai topik utama kampanye antisawit,” kata Guru Besar IPB bidang Kebijakan, Tata Kelola Kehutanan, dan Sumber Daya Alam Budi Mulyanto melalui keterangan resmi, Sabtu (18/5).

Pemerintah, melalui regulasi tata kelola hutan dan perkebunan sebenarnya sudah melakukan banyak perbaikan yang diapresiasi banyak pihak termasuk sebagian negara di Uni Eropa.

Baca juga: Pemerintah Apresiasi Pembangunan Kehutanan Kalsel

Hanya saja, definisi itu perlu dipertegas karena masih banyak kelompok lingkungan di Indonesia yang malah tidak bisa membedakan antara deforestasi, degradasi, serta tata kelola hutan.

Menurut Budi, sebagian besar kebun sawit berasal dari hutan yang terdegradasi dan oleh pemerintah dialokasikan untuk kawasan nonhutan. Asal usul sebagian kebun sawit lainnya juga berasal dari areal penggunaan lain (APL).

Secara hukum Indonesia, APL diperbolehkan untuk digunakan untuk kepentingan nonhutan termasuk kebun sawit.

“Ketidakpahaman yang dibiarkan itu, kini makin melebar. Bahkan, kelompok tersebut kini memaksa pemerintah untuk membuka data HGU yang merupakan ranah privat yang dilindungi UU,” kata mantan Dirjen Penataan Agraria pada Kementerian ATR/BPN itu.

Pernyataan senada dikemukakan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santosa. Ia mengatakan lahan kebun sawit di Indonesia tidak berasal dari kawasan hutan.

Hasil penelitian yang dilakukan timnya pada delapan kebun sawit milik perusahaan sawit besar (PSB) dan 16 kebun sawit rakyat di Riau menunjukkan bahwa lahan yang dijadikan kebun sawit tersebut sudah tidak berstatus sebagai kawasan hutan.

"Saat izin usaha perkebunan sawit dan sertifikat hak guna usaha (HGU) diterbitkan, status lahan seluruh PSB sudah bukan merupakan kawasan hutan," tuturnya.

Jika dilihat berdasarkan luasan seluruh areal PSB yang diamati yakni seluas 46.372 hektare (ha), sebanyak 68,02% status lahan yang dialihfungsikan berasal dari hutan produksi konversi/areal penggunaan lain (APL), 30,01% berasal dari hutan produksi terbatas, dan 1,97% berasal dari hutan produksi.

"Sebagian besar asal-usul perkebunan sawit di Indonesia punya catatan yang jelas. Prosedur kebijakan alih fungsi lahan juga diatur UU melalui beberapa mekanisme pelepasan kawasan atau perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW-P). Setahu saya, LSM di Indonesia termasuk Greenpeace hanya berteriak soal deforestasi, namun tidak punya satu pun kajian tentang deforestasi. Semuanya, hanya katanya," jelas Yanto. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya