Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Buku Memoar Keempat Mia Bustam 'Mutiara Kisah Masa Lalu' Diluncurkan Hari Ini

Nike Amelia Sari
07/12/2024 19:03
Buku Memoar Keempat Mia Bustam 'Mutiara Kisah Masa Lalu' Diluncurkan Hari Ini
Buku memoar Mia Bustam yang ke-4 berjudul Mutiara Kisah Masa Lalu(MI/Nike Amelia Sari)

BUKU memoar Mia Bustam yang ke-4 berjudul Mutiara Kisah Masa Lalu diluncurkan pada Sabtu (7/12) di Beranda Rakyat Garuda, Jakarta Timur. Buku tersebut mengisahkan masa sebelum Mia dilahirkan, yaitu tentang kedua orangtua dan kakek-neneknya, masa kecil, remaja, sekolah, hingga cinta pertamanya. 

Sebelumnya Mia telah memiliki 3 memoar. Semua kisah-kisah dalam memoar ke-4, akan memiliki kaitan dan tersambung dengan memoar pertamanya, Sudjojono dan Aku. Hadirnya buku ini, melengkapi autobiografi Mia Bustam dalam empat memoar sejak kelahirannya pada 1920 sampai berpulang pada 2011.

Pada memoar pertama dari wanita kelahiran Purwodadi, 4 Juni 1920 ini mengisahkan kisah hidup Mia bersama S. Sudjojono dalam buku memoar pertama berjudul Sudjojono dan Aku.

Wanita lulusan Europeesche Lagere School dan kemudian meneruskan di Van Deventer School (VDS) Surakarta ini menikah dengan pelukis S. Sudjojono pada 1943 dan mempunyai lima orang putra dan tiga orang putri. Kemudian mereka bercerai pada tahun 1959. Kisah tersebut tertuang di buku Sudjojono dan Aku.

Setelah bercerai, Mia pun belajar melukis dan menjadi seorang siswa Seniman Indonesia Muda (SIM). Lalu, Mia masuk organisasi kiri Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) hingga menjadi Ketua Lekra Yogyakarta. Ketika gonjang-ganjing politik 1965, Mia ditahan dan bebas pada 1978, hingga pengalamannya itu ditulis dalam buku memoar kedua berjudul Dari Kamp ke Kamp.

Lalu, pengalaman pasca pembebasan hingga meninggal dunia pada 2 Januari 2011 di usia 91 tahun di Limo, Depok, diceritakan pada buku memoar ketiga berjudul Kelindan Asa dan Kenyataan.

Sejarawan Peter Carey mengungkapkan dari tulisan-tulisan Mia Bustam, tergambar dirinya merupakan sosok perempuan perkasa dan tidak lupa dengan budaya daerahnya. Hal tersebut salah satunya tergambar saat dirinya setelah bercerai hidup dengan Sudjojono.

"Satu kenyataan bahwa sesudah cerai hidup, dia bisa membangkitkan diri sebagai seorang perempuan perkasa yang sudah mapan di tempat dimana dia bergerak," katanya, saat ditemui Media Indonesia, usai acara Peluncuran Buku Memoar Keempat Mia Gustam.

"Bergerak sebagai seorang seniman, bergerak sebagai seorang yang di Lekra. Seorang yang tahu siapa diri dan punya akar (jati diri) di kampung halaman sendiri dan bagi saya Bu Mia ini punya akar. Dia tahu siapa dirinya," lanjutnya. 

Selain itu, Johanes Christiono, Pemerhati Sejarah Semarang mengatakan sesuai dengan judul buku memoar ke-4 yakni Mutiara Kisah Masa Lalu, isi buku tersebut benar-benar menggambarkan kisah masa lalu Mia Bustam yang bagaikan mutiara. 

"Ibu Mia ini salah satu mutiara bagi Semarang. Dari empat buku (buku Mia Gustam) yang saya baca, mengungkap hal-hal masa lalu, tentang orang-orang di sekitarnya, tentang Pangeran Diponegoro, kemudian tentang tokoh-tokoh di sekitarnya," katanya, melalui platform Zoom dalam acara Peluncuran Buku Memoar Keempat Mia Bustam, hari ini.

Lebih lanjut, ia mengatakan generasi muda bisa belajar dari sisi masa lalu Mia Bustam yang telah dilewatinya, termasuk belajar soal budaya. 

Di platform Zoom pula, hadir Pegiat Budaya Fransisco Hera atau F.X. Domini B.B. Hera yang merupakan salah seorang yang menulis kata pengantar di buku memoar keempat Mia Bustam ini, mengatakan dalam buku tersebut banyak sekali lokalitas yang tersorot, salah satunya Rembang, dimana makam ibu kandung Mia dimakamkan di Rembang dan ayah, kakek serta neneknya disemayamkan di Bergoto, Semarang.

"Di makam ayahanda (Mia) di Bergoto, kalau kita sudah baca buku Bu Mia, kita bisa ikut merenung betapa pria baik hati itu ternyata juga harus mengalami nasib dimanipulasi oleh orang-orang terdekatnya sendiri sampai ia dipecat oleh kolonial Belanda dan hidupnya sejak saat itu sudah berubah. Jadi apa yg sudah dilukiskan buku Bu Mia itu menjawab banyak realitas di lapangan dan lokalitas dari akar rumpun itu sendiri," katanya. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya