Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Mengenal Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang Jadi Warisan Budaya Unesco

Atalya Puspa
08/10/2023 16:25
 Mengenal Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang Jadi Warisan Budaya Unesco
Sumbu Kosmologis Yogyakarta(Dok. Kemenparekraf)

THE Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks, atau Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan penanda bersejarahnya, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Unesco. Penetapan ini diumumkan pada pertemuan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/WHC) Unesco ke-45.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid menyatakan, Sumbu Kosmologis Yogyakarta merupakan sumbu imajiner yang terbentang sepanjang 6 kilometer dari utara ke selatan. Sumbu filosofis ini meliputi kompleks Keraton, sejumlah bangunan bersejarah, dan monumen yang menjadi simbol pertukaran antara sistem kepercayaan dan nilai.

“Pengusulan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya sudah dimulai sejak 2014. Pemprov DIY bersama Direktorat Jenderal Kebudayaan dan para pemangku kepentingan lainnya meneliti, membahas, dan menetapkan nilai penting universal dari Sumbu Kosmologis Yogyakarta, dan penanda bersejarahnya,” kata Hilmar.  

Sumbu imajiner tersebut membentuk garis lurus yang ditarik dari Panggung Krapyak (selatan), Keraton Yogyakarta (tengah), dan Tugu Pal Putih (Tugu Golong Gilig) atau Tugu Yogyakarta (utara). Sumbu Kosmologis di Yogyakarta tidak hanya sekadar sebagai garis imajiner saja.

Konon, garis tersebut memiliki sisi spiritual yang diambil dari konsepsi Jawa. Sumbu Kosmologis Yogyakarta merupakan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755). 

Kala itu, Sultan Hamengku Buwono I membangun Kota Yogyakarta berdasarkan konsep prinsip Jawa yang mengacu pada bentang alam sekitar. Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunannya adalah Hamemayu Hayuning Bawono yang memiliki arti membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat). 

“Akhirnya, konsep tersebut diwujudkan dengan menciptakan sumbu imajiner yang melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam berdasarkan lima unsur, yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), dan akasa (ether),” bebernya,

Foto: Ilustrasi Sumbu Kosmologis Yogyakarta (Dok. Kemenparekraf RI)

Siklus Hidup Manusia

Garis imajiner Sumbu Kosmologis Yogyakarta menggambarkan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi. Contoh, perjalanan dari Panggung Krapyak ke Keraton Yogyakarta mewakili konsep sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. 

Hal ini didasari Panggung Krapyak yang bermakna awal kelahiran. Itu mengapa, perjalanan Panggung Krapyak ke arah Keraton Yogyakarta melambangkan konsep sangkaning dumadi, yakni perjalanan manusia sejak di dalam rahim, beranjak dewasa, hingga menikah dan punya anak.

Di sisi lain, warna putih pada Tugu Yogyakarta melambangkan kesucian hati. Hal inilah yang menjadikan perjalanan dari Tugu Yogyakarta ke arah Keraton Yogyakarta melambangkan perjalanan manusia menghadap Sang Pencipta, sesuai dengan konsep paraning.

Kini, selain menjadi lokasi bersejarah, banyak juga tempat wisata di sekitar Sumbu Kosmologis Yogyakarta. Misalnya saja pada kawasan Sumbu Kosmologis Selatan Yogyakarta ada kawasan Panggung Krapyak, Dinding Gerbang dan Kubu Pertahanan. Selain itu ada pula Kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Alun-alun selatan dan utara,Kompleks Tamansari dan Kompleks Masjid Gede.

Sementara itu, di kawasan Sumbu Kosmologis Utara Yogyakarta ada Pasar Beringharjo, Kompleks Kepatihan, dan Monumen Tugu Yogyakarta.

(Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya