Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Baru-baru ini kebakaran hutan hebat melanda sejumlah wilayah, dari Quebec, British Columbia, hingga Hawaii, Amerika Utara. Bencana ini berampak paaparan asap pada wilayah-wilayah yang dekat maupun jauh.
Salah satu aspek yang menentukan asap dari kebakaran hutan adalah "partikel" -- racun yang berbahaya. “Materi partikulat berdiameter 2,5 mikron, PM2.5, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan dikeluarkan dalam jumlah yang sangat besar," kata Rebecca Hornbrook, ahli kimia atmosfer di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional.
“Biasanya jika Anda berada di arah yang berlawanan dengan arah angin dari kebakaran hutan, hal itulah yang menyebabkan sebagian besar langit menjadi gelap dan kurangnya jarak pandang,” katanya. Ia mencontohkan langit yang tertutup asap yang terlihat di New York akibat kebakaran hutan yang terjadi di Quebec, Kanada pada awal tahun ini.
Partikel PM2.5, kata dia, dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan bahkan berpotensi menembus aliran darah.
“Rata-rata penduduk Amerika telah terpapar 450 mikrogram asap per meter kubik pada awal bulan Juli, lebih buruk dari keseluruhan tahun 2006-2022, “ kata ekonom Marshall Burke di Stanford dalam postingannya di X baru-baru ini, mengutip perhitungan yang dibuat oleh Environmental Change and Human Outcomes Lab.
Yang juga menjadi perhatian adalah zat tak kasat mata yang dikenal sebagai senyawa organik yang mudah menguap seperti butana dan benzena. Bahan ini menyebabkan iritasi mata dan tenggorokan, sementara beberapa di antaranya diketahui bersifat karsinogen.
Ketika zat Volatile organic compounds (VOC) bercampur dengan nitrogen oksida – yang dihasilkan oleh kebakaran hutan tetapi juga melimpah di daerah perkotaan dari pembakaran bahan bakar fosil – mereka membantu membentuk ozon yang dapat memperburuk batuk, asma, sakit tenggorokan dan kesulitan bernapas.
Ketika penggunaan mobil melonjak setelah Perang Dunia II, dan dalam beberapa dekade sejak para ilmuwan memperoleh wawasan tentang dampaknya terhadap manusia, telah memicu gejala awal asma di masa kanak-kanak hingga peningkatan risiko serangan jantung, dan bahkan demensia di kemudian hari.
“Pengetahuan luas mengenai asap kebakaran hutan masih kurang, “ ujar Christopher Carlsten, direktur Laboratorium Paparan Polusi Udara di Universitas British Columbia.
“Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah diterbitkan, tampaknya ada proporsi yang lebih besar terhadap efek asap terhadap pernapasan dibandingkan dengan penyakit kardiovaskular,” katanya kepada AFP.
Laboratorium Carlsten telah mulai melakukan eksperimen pada manusia dengan asap kayu untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut.
Ada intervensi medis, kata Carlsten, yang juga seorang dokter, termasuk steroid inhalasi, peradangan nonsteroid, dan filter udara – namun penelitian lanjutan sangat dibutuhkan untuk mengetahui cara terbaik menggunakannya.
“Pemanasan planet ini juga berdampak pada kesejahteraan psikologis kita dalam berbagai cara,” kata Joshua Wortzel, ketua komite American Psychiatric Association mengenai perubahan iklim dalam kesehatan mental, kepada AFP.
“Salah satu responsnya adalah kemarahan, kesedihan, kecemasan, dalam menghadapi bencana alam yang mereka perkirakan akan terjadi. Angka ini jauh lebih tinggi pada orang-orang yang lebih muda dibandingkan orang yang lebih tua.”
Dampak yang lainnya adalah aklimatisasi mental, sebuah gejala sampingan dari evolusi yang membantu kita mengatasi pemicu stres baru, namun jika tidak hati-hati dapat membuat kita rentan terhadap bahaya.
Bagi Hornbrook, yang berbasis di Colorado, apa yang dialami Amerika Utara bagian timur pada tahun ini serupa apa yang telah dihadapi oleh wilayah barat benua ini selama bertahun-tahun. “Dan gambaran globalnya akan semakin memburuk seiring dengan tingginya minat manusia terhadap penggunaan bahan bakar fosil.” (M-3)
Program ini tidak hanya berfokus pada edukasi publik, tetapi juga memfasilitasi jembatan langsung antara masyarakat dan ruang-ruang pengambilan kebijakan.
Polusi udara yang semakin memburuk di Jakarta, menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus radang tenggorokan di masyarakat.
Partikel PM2.5 dan PM10 yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), mengi, asma sampai kematian berlebih termasuk sakit jantung.
Polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Paparan polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 191.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved