Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
Kamera tidak pernah berbohong. Kalimat itu kerap menjadi jargon para fotografer. Tapi, betulkah demikian di era teknologi kecerdasan yang semakin canggih?
Seorang fotografer amatir yang menggunakan nama "ibreakphotos" memutuskan untuk melakukan percobaan pada ponsel Samsung-nya bulan lalu untuk mengetahui bagaimana fitur yang disebut "space zoom" benar-benar berfungsi.
Fitur tersebut, yang pertama kali dirilis pada 2020, mengklaim tingkat zoom 100x. Pihak Samsung sendiri menggunakan gambar Bulan yang sangat jernih saat memasarkan perangkat tersebut.
Ibreakphotos mengambil foto Bulannya sendiri -- buram dan tanpa detail – lalu ponselnya secara otomatis menambahkan kawah dan detail lainnya.
Menurut dia perangkat lunak kecerdasan buatan yang dibenamkan pada telepon genggam menggunakan data dari "pelatihan" pada banyak gambar Bulan lainnya untuk menambahkan detail, yang sebenarnya tidak ada.
"Gambar Bulan dari Samsung adalah palsu," tulisnya, membuat banyak orang bertanya-tanya apakah bidikan yang diambil orang benar-benar milik mereka lagi - atau bahkan dapat disebut sebagai foto. Artinya, bukan karena kecanggihan kamera tapi lantaran bantuan data yang telah diolah untuk melengkapi demi kesempurnaan gambar yang dihasilkan.
Samsung telah membela teknologi tersebut dengan mengatakan bahwa itu aplikasi itu tidak "melapisi" /melengkapi gambar, dan menunjukkan bahwa pengguna dapat mematikan fungsi tersebut.
Samsung tidak sendirian dalam perlombaan untuk mengemas kamera smartphone-nya dengan AI. Perangkat Pixel Google dan iPhone Apple juga telah memasarkan fitur-fitur tersebut sejak 2016.
AI dapat melakukan semua hal yang biasa dilakukan oleh fotografer -- mengutak-atik pencahayaan, memburamkan latar belakang, mempertajam mata -- tanpa sepengetahuan pengguna.
Tapi teknologi itu juga bisa mengubah latar belakang atau hanya menghapus obyek tertentu seperti orang, dari gambar seluruhnya.
Mengesampingkan teknologi
Perdebatan tentang AI tidak terbatas pada penghobi di kolom komentar, tapi juga membuat badan profesional meningkatkan kewaspadaan.
“Industri ini dibanjiri AI, dari kamera hingga perangkat lunak seperti Photoshop,” kata Michael Pritchard dari Royal Photographic Society of Britain. "Otomasi ini semakin mengaburkan batas antara foto dan karya seni," katanya kepada AFP.
Sifat AI berbeda dengan inovasi sebelumnya, kata dia, karena teknologi tersebut dapat mempelajari dan menghadirkan elemen baru di luar yang terekam oleh film atau sensor.
“Ini membawa peluang tetapi juga tantangan mendasar seputar mendefinisikan kembali apa itu fotografi, dan seberapa 'nyata' sebuah foto,” kata Pritchard.
Nick Dunmur dari Asosiasi Fotografer yang berbasis di Inggris mengatakan para profesional paling sering menggunakan file "RAW" pada kamera digital mereka, yang menangkap gambar dengan pemrosesan sesedikit mungkin.
Tapi menghindari teknologi itu tidak mudah bagi pengguna smartphone biasa.
Ibreakphotos, yang memposting temuannya di Reddit, menunjukkan bahwa jargon teknis seputar AI tidak selalu mudah dipahami dan mungkin memang sengaja dibuat demikian.
"Saya tidak akan mengatakan bahwa saya senang dengan penggunaan AI di kamera, tapi bagi saya tidak masalah selama itu dikomunikasikan dengan jelas apa yang sebenarnya dilakukan oleh masing-masing saat pemrosesan," katanya kepada AFP, meminta untuk tidak menggunakan nama aslinya.
Bukan buatan manusia
Namun, yang paling dikhawatirkan oleh para fotografer profesional adalah munculnya alat AI yang dapat menghasilkan gambar yang benar-benar baru.
Pada tahun lalu, DALL-E 2, Midjourney, dan Stable Diffusion telah meledak popularitasnya berkat kemampuan mereka membuat gambar dalam ratusan gaya hanya dengan prompt teks singkat.
"Ini bukan karya manusia, dan dalam banyak kasus didasarkan pada penggunaan kumpulan data yang telah dilatih dan diolah sedemikian dari karya orang lain tanpa izin," kata Dunmur.
Hal-hal semacam ini telah memicu kasus gugatan di pengadilan di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut Pritchard, apilkasi tersebut berisiko mengganggu pekerjaan siapa pun mulai dari fotografer, model, hingga retoucher dan art director.
Tapi, Jos Avery, seorang fotografer amatir Amerika yang baru-baru ini menipu ribuan orang di Instagram dengan hasil potret menakjubkan yang dia buat dengan bantuan aplikasi Midjourney, tidak setuju.
Dia mengatakan garis yang ditarik antara "pekerjaan kami" dan "pekerjaan alat/mesin" itu sewenang-wenang. Kata dia tetap butuh waktu berjam-jam untuk mengolah gambar dari Midjourney.
Tapi, ada kesepakatan luas pada satu aspek mendasar dari perdebatan ini, bahwa AI tidak akan menghapus dunia fotografi. "AI tidak akan menjadi kematian fotografi," kata Avery.
Pritchard setuju. Menurutnya fotografi telah bertahan dari daguerreotype ke era digital, dan fotografer selalu menghadapi tantangan teknis. “Proses itu, akan berlanjut , bahkan di dunia yang dibanjiri gambar buatan AI, “ katanya.
“Fotografer akan selalu bisa memberikan pemahaman yang lebih mendalam pada gambar yang dihasilkan meskipun belum memotretnya secara langsung,” ujarnya. (M-3)
Moodle 5.0 kini menghadirkan kemampuan integrasi dengan kecerdasan buatan (AI), learning analytics, dan gamifikasi.
ARTIFICIAL intelligence atau akal imitasi (AI) dinilai memiliki potensi yang sangat besar dalam membentuk karakter bangsa. Untuk itu, AI tidak perlu dihindari, melainkan dirangkul.
KEPALA BRIN Laksana Tri Handoko menekankan Indonesia tak perlu ikut-ikutan jejak negara maju seperti Amerika Serikat yang menciptakan ChatGPT atau Tiongkok yang menciptakan DeepSeek dalam AI
Tombol ini adalah pintasan cerdas dan lancar yang mendefinisikan ulang interaksi pengguna dengan perangkat dan dirancang untuk para profesional, gamer, pelajar, dan pengguna biasa.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengembangkan Intelligent Traffic Control System (ITCS) untuk mengatasi kemacetan ibu kota dengan berbasis tekonologi artificial intelligent.
Universitas Johns Hopkins mengembangkan model AI yang mampu memprediksi risiko kematian jantung mendadak lebih akurat.
Hadania meluncurkan dua buku seni, “39 is 0” dan “My Rhapsody in Blue”, serta kartu oracle Sacred Feminine,
GUNTUR Soekarno baru saja menutup pameran fotonya bertajuk Gelegar Foto Nusantara Potret Sejarah dan Kehidupan oleh Guntur Soekarno.
Muzakki Ramdhan menuturkan bahwa dia, sejak berusia enam tahun, sudah tertarik dengan pembuatan film dan sering belajar dari insan-insan senior film saat syuting.
Mengadopsi konsep Trinity Lenses yang populer di kalangan fotografer profesional, Xiaomi 15 Ultra menghadirkan tiga panjang fokus esensial dalam ranah mobile photography
Ponsel itu menghadirkan kemampuan fotografi dan videografi dengan kualitas tinggi di segala situasi, berkat hadirnya lensa optik Leica Summilux.
Melalui konsep hands-on experience, pengunjung dapat mencoba langsung berbagai fitur unggulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved