Jumat 10 Maret 2023, 22:18 WIB

Oleh-Oleh dari Big Sky

Daniel Rudi Haryanto/Delegasi EII untuk Big Sky Film Festival | Weekend
Oleh-Oleh dari Big Sky

Dok. Pribadi
Suasana salah satu sesi program DocShop di Big Sky Film Festival, AS, Februari lalu.

 

Pada 17 Februari 2023, delegasi Eagle Institute Indonesia (EII) bertolak menuju Amerika Serikat. Tujuan kami satu, menghadiri Big Sky Film Festival (BSDFF) dalam program DocShop One on One Meeting dengan berbagai potensi perfilman global di perhelatan yang bertempat di Montana- Missoula dengan suhu hingga minus 19 derajat celcius tersebut.

Program DocShop, seperti kemudian disampaikan Direktur BSDFF Rachel Gregg,  ditujukan bagi para pembuat film, inovator, mahasiswa, dan pelaku industri media yang ingin mengeksplorasi ide-ide termutakhir film dokumenter. Puncaknya adalah pada Big Sky Pitch yang memberikan kesempatan kepada para filmmaker mempresentasikan proyek film mereka kepada perwakilan industri dan penyandang dana.

EII sebagai institusi pendidikan yang sejak 2005 menyelenggarakan Eagle Awards Documentary Competition (EADC) mempresentasikan katalog film Indonesian Resonance, Fortex of Diversity dan mendiskusikan kemungkinan dengan berbagai entitas seperti; HBO Documentary Films, Showtime Documentary Films, Tribeca Film Institute, Sundance Doc Fund, The New York Times Op-Docs, ESPN Films, Participant Media, BBC Storyville, CNN Films, ITVS, POV, PBS, America ReFramed, American Experience, Al Jazeera, Nia Tero, Chicken & Egg Pictures, Field of Vision, Film Independent, Ford Foundation dan Catapult Film Fund, Blueshift Education, Woman Make Movie, SFFilms, New Day Films, Kicstarter, dll

Dalam kesempatan itu, kami memperoleh cerita menarik dari pendiri Blueshift Education Fran Sterling. Sejak 2015, lembaga tersebut mengembangkan kurikulum, panduan diskusi, platform, perangkat advokasi, dan materi pelatihan pengembangan profesional  untuk film dokumenter dan penulisan film.

Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di bidang pendidikan dan aktivisme sosial dan keadilan, Sterling percaya pendidikan film akan memperkuat story telling untuk melahirkan perspektif baru dan menciptakan perubahan dinamis, inspiratif di masyarakat sehingga merangsang kesadaran bagi penonton untuk bertindak dan berkontribusi pada perubahan, serta memperluas narasi perubahan itu sendiri.

Cerita lokal dan pasar global

Tahun ini, terdapat 150 film yang ditayangkan secara offline maupun online dan dikompetisikan pada BSDFF ke-20 tersebut. Tidak kurang dari 20 ribuan penonton meramaikan festival yang berlangsung selama 10 hari.

Beberapa film yang berhasil meraih penghargaan BSDFF tahun ini antara lain; Best Feature Winner berjudul Museum of the Revolution (Serbia, Croatia, Czech Republic)  91 menit, karya Srđan Keča, dan Vanja Jambrović, 2021.

Sementara itu, Feature Artistic Vision Award diberikan kepada  Tolyatti Adrift, 70 menit, film karya Laura Sistero dan Bernat Manzano ( Spanyol, Prancis, Russia ), 2022.

Ada satu film menarik berjudul We Are Not Ghouls yang menceritakan Yvonne Bradley, anggota angkatan udara AS yang ditugaskan sebagai pengacara bagi narapidana terorisme bernama Binyam Mohamed yang ditahan di penjara Guantanamo. Perspektif sang pengacara terbalik begitu dia tiba di Kuba dan mulai mengurai kasus yang tak terbayangkan sebelumnya. Di luar BSDFF, Film karya Chris Thompson ini telah mendapatkan berbagai penghargaan internasional.

Berbincang dengan Thompson di sela festival, dirinya mengatakan sangat senang dengan kehadiran katalog film Indonesian Resonance. Pasalnya, ia dapat melihat Indonesia dari film. Selain tema budaya dan keindahan alam, ia ingin tahu banyak tentang bagaimana pemerintah Indonesia menangani kasus-kasus terorisme dan bagaimana Indonesia melihat Amerika Serikat dalam menangani persoalan terorisme di Guantamo.

Cerita lain datang dari Radu Ciorniciuc salah satu delegasi American Film Showcase (afs) dari Rumania.  Ketertarikannya dengan Indonesia diawali ketika ia memproduksi sebuah film di Suriname dan bertemu dengan masyarakat Jawa yang mewarnai budaya Suriname dan Karibia. Ia ingin lebih banyak lagi menggali budaya Jawa di Suriname maupun di Indonesia.

Terkait dengan tema Indonesia, film The Act of Killing dan The Looks of Silent karya Joshua Oppenheimer masih ramai diperbincangkan.

Lantas bagaimana mengemas cerita lokal untuk memenuhi selera penonton global? Sepulang dari BSDFF, Eagle Institute Indonesia mengajak setiap pihak berkolaborasi untuk menjawab pertanyaan tersebut. (M-2)

 

Baca Juga

123RF/ferli

Perhatikan Beberapa Hal Ini Saat Mengajari Anak Berpuasa

👤Nike Amelia Sari 🕔Kamis 23 Maret 2023, 04:52 WIB
Mengajari anak berpuasa sedari dini adalah hal penting, tapi ada beberapa kiat agar anak tidak merasa...
MI/Bary

Baim Wong Ingin Khatam Alquran saat Ramadan

👤Rahmatul Fajri 🕔Rabu 22 Maret 2023, 15:18 WIB
Aktor Baim Wong mengaku ingin bisa menamatkan atau khatam Al-quran selama...
Youtube Netflix

Sutradara Kill Boksoon Terharu Hwang Jung-mon Main di Filmnya

👤Fathurrozak 🕔Rabu 22 Maret 2023, 14:20 WIB
Walau bukan pemeran utama, Jung-min jadi pemunculan istimewa dalam film laga...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya