Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
MEMBERI banyak mainan sering menjadi cara kita untuk menunjukkan kasih sayang pada anak. Bahkan, ada pula orangtua yang membelikan mainan anak setiap hari.
Nyatanya, semakin banyak mainan belum tentu semakin baik bagi anak. Dua peneliti yang berafiliasi dengan Universitas Ghent, Belgia, yakni Maithri Sivaraman, Ph.D., dan Tricia Striano Skoler Ph.D., yang juga merupakan penulis Doing Developmental Research, mengungkapkan bahwa jumlah permainan berkorelasi dengan perkembangan fokus perhatian pada balita.
Dilansir dari Psychology Today, Senin (6/2), pernyataan para peneliti itu didasari studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam Infant Behavior and Development. Dalam studi itu mereka Mereka menguji kualitas bermain balita saat dihadapannya diberikan lebih sedikit mainan (4 mainan) dan pada kondisi lain diberikan banyak mainan (12 mainan).
Para balita ternyata bermain lebih lama dan dengan cara yang lebih kreatif ketika mereka memiliki lebih sedikit mainan. Dengan hanya ada beberapa mainan, anak-anak menghabiskan waktu dua kali lebih lama untuk menjelajahi setiap mainan. Di setiap mainan pula, mereka menemukan lebih dari satu cara bermain.
Peneliti menjelaskan, ketika anak-anak memiliki lebih sedikit mainan, hal itu membuat kualitas permainan yang lebih baik. Anak melahirkan lebih banyak kreativitas dan menghasilkan durasi interaksi yang lebih lama dengan orangtua maupun pendamping lainnya saat bermain.
Salah satu penjelasan untuk temuan ini bisa jadi karena balita lebih mudah teralihkan perhatiannya ketika ada banyak mainan di hadapan mereka. Ini menghasilkan durasi bermain yang lebih pendek dengan setiap mainan dan kehilangan kesempatan untuk eksplorasi lebih dalam dengan mainan yang sama.
Anda dapat membayangkan ketika seorang balita berada di ruang bermain dengan banyak sekali mainan maka mereka bisa jadi sudah kesulitan untuk menentukan pilihan. Ini karena memang di usia balita, anak memiliki tingkat perhatian berkelanjutan atau tingkat fokus yang rendah. Sebab itu, memberikan lebih banyak mainan kepada mereka membuat mereka lebih sulit mempertahankan perhatian pada satu mainan.
Penelitian ini juga memberikan wawasan soal pengaruh lingkungan di luar mainan. Jika televisi dihidupkan atau video diputar di gawai saat mereka bermain, hal tersebut dapat mengganggu balita yang tengah bermain dengan mainannya. Ketika gangguan tersebut hadir, balita akan bermain lebih sedikit, berinteaksi lebih sedikit, dan menunjukkan tingkat perhatian yang lebih rendah. (M-1)
Terdapat usulan agar petugas haji dalam Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dihapus.
PASANGAN ganda campuran Indonesia Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu gagal ke final Badminton Asia Championships (BAC) 2025.
Perusahaan yang bergerak di industri hiburan, Timezone, menggelar kegiatan sosial bertajuk Cerita Seru Ramadan.
Aplikasi Jagat sepakat untuk mengubah format permainan berburu Koin Jagat setelah bertemu dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Kemkomdigi memanggil Co-Founder Jagat, Barry Beagen, untuk menindaklanjuti laporan masyarakat. Pemanggilan tersebut berkaitan dengan aktivitas berburu koin dalam permainan Koin Jagat.
Psikolog Klinis Forensik dari Universitas Indonesia (UI), Kasandra Putranto, menyebut ada dampak kesehatan mental dari mengikuti permainan yang sangat kompetitif, seperti Koin Jagat.
Penggunaan pacar AI di platform seperti Character.AI makin populer, tetapi pakar memperingatkan risikonya.
Cinta bukan hanya soal perasaan, tapi juga ilmiah. Pelajari efek hormon ini saat jatuh cinta dan patah hati.
Studi terbaru menunjukkan memelihara kucing dapat mengurangi stres, memperkuat kesehatan mental, serta memberikan efek positif bagi kesehatan fisik.
Konferensi internasional psikologi ulayat kali ini menjadi istimewa karena sekaligus memperingati 100 tahun kontribusi ilmiah psikolog ternama Albert Bandura.
Ingin minta maaf dengan tulus? Ini panduan minta maaf dari para ahli.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved