Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Kerja Sama Global

Adiyanto Wartawan Media Indonesia
18/4/2021 04:00
Kerja Sama Global
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

PEKAN ini, John Kerry menyambangi Tiongkok. Pensiunan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang rambutnya kian memutih itu tidak sekadar melancong, tetapi membawa misi mengajak para pemimpin negeri itu sama-sama berkomitmen mengatasi perubahan iklim.

Kerry ialah pejabat AS pertama di era kepemimpinan Joe Biden yang berkunjung ke negeri ‘Tirai Bambu’. Ia kini menjabat utusan AS untuk perubahan iklim. Kunjungan itu sekaligus sebagai undangan buat Presiden Xin Jinping untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim secara virtual yang digagas Biden, pekan depan.

AS perlu mengajak Tiongkok dalam pertemuan tersebut karena negeri yang makmur secara ekonomi itu merupakan salah satu penyumbang karbon terbesar yang berpengaruh pada pemanasan global, sebagai salah satu dampak perubahan iklim. Menurut AFP, hampir 30% dari total karbon yang dihasilkan secara global, merupakan hasil industrialisasi Tiongkok. AS pun tidak jauh beda. Oleh karena itu, tanpa komitmen dua negara industrialis besar ini, upaya untuk membatasi kenaikan suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat Celsius seperti komitmen yang dihasilkan pada KTT Perubahan Iklim (COP21) di Paris, Prancis, pada 2015, bakal sulit tercapai.

AS yang di era Donald Trump minggat dari kesepakatan Paris, kini harus ‘membungkuk-bungkuk’ membujuk Tiongkok untuk sama-sama mengatasi perubahan iklim. Perseteruan dagang antarkedua negara yang selama ini terjadi, sepertinya mesti dikesampingkan dulu.

Jika AS menolak bekerja sama dengan Tiongkok dalam masalah iklim karena ketidaksepahaman di bidang lain, kata Kerry, itu sama saja bunuh diri. Tiongkok menyambut baik ajakan mitranya tersebut dan memuji langkah AS yang kembali pada kesepakatan Paris. Wakil Perdana Menteri Han Zheng mengharapkan komitmen dan tanggung jawab serta kontribusi semestinya dari AS untuk mengatasi persoalan ini.

Kedua negara adidaya itu telah menyadari dan merasakan bahayanya dampak perubahan iklim. Mulai banjir dan badai yang semakin dahsyat dan sering, hingga polusi dan kebakaran hutan yang kian meningkat. Sebelum KTT Paris digelar, Zheng Gougang, kepala Badan Meteorologi Tiongkok mengatakan perubahan iklim global akan mengurangi hasil panen, menyebabkan degradasi ekologi, dan menyebabkan arus sungai/laut tidak stabil.

Zheng pun memperingatkan agar pembangunan di negerinya tidak menimbulkan polusi karbon tinggi. Biden sendiri diperkirakan minggu depan akan mengumumkan target baru AS untuk mengurangi emisi karbon sebagai bagian dari KTT, di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas suhu yang memecahkan rekor dan bencana alam yang semakin sering terjadi.

Seperti halnya perang melawan pandemi covid-19, memang dibutuhkan kolaborasi internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Jauh sebelum era globalisasi, tepatnya pada 10 April 1815, sejarah memberi kita pelajaran bagaimana semburan vulkanik Gunung Tambora, di Nusa Tenggara Barat, telah memengaruhi iklim di Eropa dan Amerika utara, dan secara langsung maupun tidak, telah membunuh jutaan manusia saat itu. Begitu pun dengan wabah Black Death (maut hitam) pada abad-14 yang menyebar dari Asia timur hingga ke Eropa dan membunuh jutaan orang, meski di era itu manusia belum bepergian dengan pesawat maupun kapal pesiar.

Kini, di dunia yang kian terhubung dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, para pemimpin negara mesti mempererat kerja sama, baik dalam bidang informasi, kesehatan, maupun mitigasi. Perubahan iklim memang belum membuat panik banyak orang seperti halnya wabah korona. Tapi, percayalah, jika tidak diantisipasi dari sekarang dampaknya tak kalah dahsyat dan mengerikan. Pada awal April lalu, kita di Indonesia telah menyaksikan contoh kecilnya di Adonara. Waspadalah !



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya