Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
SAAT gelombang covid-19 menyerbu, manusia dibuat kalang-kabut, tak terkecuali ilmuwan. Di tangan merekalah kita berharap vaksin segera ditemukan dan kita bisa keluar dari wabah ini. Namun, di tengah tuntutan keilmuaan dan tanggung jawab profesi, jangan lupa, mereka juga manusia dengan ragam dimensinya. Kebanyakan dari mereka adalah orangtua yang punya anak di rumah.
Ahli saraf kognitif Michele Veldsman dari University of Oxford misalnya. Ia harus mengasuh putrinya yang berusia 2 tahun saat hampir semua aktivitas lembaga dihentikan, termasuk penitipan anak. Ia dan suami berbagi tanggung jawab merawat dan mengasuh anak. Di saat bersamaan, tugas profesi menumpuk. Ia hanya punya sedikit waktu, padahal banyak data yang harus diolah, surel yang menunggu balasan, dan penelitian yang menyita waktu.
“Banyak pekerjaan ilmiah yang saya lakukan benar-benar membutuhkan kesinambungan waktu agar dapat fokus,” katanya, seperti dimuat sciendailymag.org, Selasa (4/8).
Veldsman juga melihat banyak peluang hilang dalam pengembangan karier. Ketika rekan sesama peneliti banyak berpartisipasi dalam aktivitas ilmiah, tidak demikian dengan Veldsman. Padahal ia harus melewati beberapa riset pascadoktoral agar ada harapan menjabat di fakultas.
"Saya benar-benar harus independen," katanya. "Kolaborasi menunjukkan independensi itu, (tapi) saya tidak punya waktu untuk melakukannya sekarang," lanjutnya.
Selama berbulan-bulan, cerita seperti Veldsman membanjiri media sosial.
"Yang diperlukan hanyalah 5 menit di Twitter untuk melihat seberapa banyak orang yang berjuang sekarang," kata asisten profesor di University of Florida College of Medicine, Michelle Cardel.
Seberapa berdampak pandemi pada ilmuwan yang juga sebagai orangtua?
Pada minggu awal pandemi, para ilmuwan yang memiliki anak-anak berusia 5 tahun atau lebih muda melaporkan bekerja 38% lebih sedikit jam penelitian daripada biasanya. Sedangkan ilmuwan yang memiliki anak-anak antara 6 tahun dan 11 tahun bekerja 32% lebih sedikit jam. Selain besaran itu, rata-rata ilmuwan bekerja sekitar 16% lebih sedikit dibanding sebelum pandemi.
Begitu berdasar data studi terhadap 4.500 peneliti di AS dan Eropa. Hasil penelitian itu diterbitkan di Nature Human Behavior.
April-Mei lalu, ada sebuah survei terhadap sekitar 3300 akademisi di Brasil. Hasilnya, ilmuwan yang juga sebagai orangtua, terutama ibu dengan anak kecil, kurang dapat menyerahkan naskah akademik sesuai rencana.
"Saya punya rekan yang bangun jam 3 atau 4 pagi sehingga mereka bisa punya waktu untuk bekerja sebelum anak-anak bangun," terang profesor ilmu hewan di Colorado State University, Jessica Metcalf. Ia juga menjabat senagai anggota dewan penasehat untuk kelompok yang beranggotakan 500 ilmuwan perempuan.
Keadaan itu memang tidak terlalu mengejutkan, namun hal itu memperkuat fakta bahwa ilmuwan-orangtua butuh ulurang tangan. Padahal di tangan mereka, ada harapan agar dunia segera bebas dari ancaman covid-19. (M-4)
Nimbus berada pada kategori VUM, artinya sedang diamati karena lonjakan kasus di beberapa wilayah, namun belum menunjukkan bukti membahayakan secara signifikan.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved